KRT.WahanaNews.co, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa pihaknya melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obat bahan alam, sehingga produk obat tersebut dapat dihilirisasi dan dikomersialisasi untuk pelayanan kesehatan dan kesejahteraan publik.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (19/9/2024), Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan, upaya-upaya tersebut meliputi fasilitasi dan pendampingan tahap awal riset bahan alam sampai dengan pengembangan dan kesiapan untuk produksi, serta dukungan terkait regulasi juga peningkatan kapasitas peneliti dan industri.
Baca Juga:
Polda Sulsel Tetapkan Tiga Tersangka Peredaran Kosmetik Berbahaya di Makassar
Taruna mengatakan bahwa menurut data mereka, hingga September 2024, terdapat lebih dari 15 ribu produk obat bahan alam yang terdaftar sebagai jamu, 77 obat herbal terstandar, dan 20 fitofarmaka.
“Jadi, kalau dengan obat tradisional ini apakah akan bisa menggantikan impor bahan baku obat? Jawabannya tidak. Tapi bisa menggantikan kebutuhan yang berlebihan. Contohnya RS ini, saya suka karena menggabungkan sistem pengobatan yang model modern dengan apa yang disebut dengan traditional medicine sehingga saling complementary,” katanya.
Dia menjelaskan, pemerintah memberikan perhatian dan dukungan penuh terhadap pengembangan obat dan sediaan farmasi lainnya, termasuk obat berbasis bahan alam. Secara khusus, dia menambahkan, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Baca Juga:
Awas! 6 Produk Kosmetik Sulsel Terbukti Mengandung Merkuri
Taruna melanjutkan, untuk mendorong ekosistem penelitian dalam rangka hilirisasi menjadi fitofarmaka, Satuan Tugas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka menyepakati 10 penyakit prioritas yang menjadi sasaran pengembangan fitofarmaka, antara lain stunting dan masalah kurang gizi lainnya, antihipertensi, komplementer terapi kanker, penanganan stroke, antidiabetes, serta penanganan gangguan fungsi hati.
Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan multisektor yang melibatkan pemerintah, lembaga penelitian termasuk perguruan tinggi dan akademisi, praktisi, serta komunitas masyarakat. Menurutnya, kolaborasi ini sangat mendukung keberhasilan percepatan pengembangan dan pemanfaatan hasil riset obat bahan alam.
“Apa manfaat dari obat asli (Indonesia) ini naik tingkat? Untuk menjadi komplemen, pelengkap, supporting sehingga kebutuhan nasional kita terhadap obat-obat, untuk minimal 10 penyakit utama tadi, bisa teratasi,” dia menuturkan.
Dia menambahkan, Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS Unair) menjadi salah satu site uji klinik di wilayah Jawa Timur yang telah memiliki fasilitas pelaksanaan uji klinik termasuk uji klinik obat bahan alam.
Dalam keterangan yang sama, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Masyarakat Unair Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengungkapkan, Unair memiliki dan mengembangkan pusat unggulan untuk herbal, yaitu dari sisi sumber daya alam, khususnya tanaman yang memiliki manfaat untuk dikembangkan menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
Adapun Direktur RS Unair Prof. Nasronudin menambahkan bahwa RS Unair memiliki beberapa keunggulan dalam pengembangan fitofarmaka, meliputi ketersediaan tim peneliti, komisi etik, dan sentra pengobatan tradisional.
[Redaktur: Sutrisno Simorangkir]