"Pemerintah lalu memantau progresnya sesuai komitmen perusahaan. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi, maka mereka akan mendapatkan sanksi administrasi mulai dari peringatan pertama, kedua sampai kepencabutan izin. Jadi bukan langsung dicabut," kata dia.
Menurut Rudi, masa rekonsiliasi dokumen perizinan tersebut tidak serta merta langsung dilakukan pencabutan, apabila perusahaan tersebut memenuhi kriteria sesuai dengan UU Nomor 3/2020.
Baca Juga:
WNA yang Hendak Perpanjang Izin Tinggal Wajib ke Kantor Imigrasi
"Sebab, proses pencabutan izin sebagai akhir dari pemberian sanksi adminstrasi bukan merupakan tujuan utama dari rencana tata kelola perizinan tersebut," jelas Rudi.
Namun, cara tata kelola ini memberikan manfaat bagi peningkatan pendapatan negara, yang pada akhirnya memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.
"Jangan sampai proses rekonsiliasi tersebut dijadikan celah untuk bermain bagi kepentingan sendiri, berfokus saja pada status izin masing-masing, bagaimana tetap mempertahankannya, dan menemukan jalan keluarnya, serta transparan dengan persoalan yang dihadapi dilapangan sehingga pemerintah dapat secara obyektif memberikan solusi yang tetap terhadap keberlangsungan izinnya masing-masing," terang dia.
Baca Juga:
Prabowo Pimpin Ratas Percepatan Hilirisasi: Konsorsium Huayou dan CATL Siap Jalankan Green Package
Hal tersebut pernah dilakukan Kementerian ESDM yang menata perizinan dengan program Clear and Clear (CnC). Butuh waktu untuk menata kelola perizinan di Indonesia secara baik.
"Oknum dalam pemerintahan juga jangan bermain mata, di mana proses ini jadi kesempatan untuk bermain mencari keuntungan diri sendiri, fungsi pengawasan harus ada dibuat dengan sistem yang baik, diawasi oleh KPK atau Pengawas Internal (Inspektorat)," pungkas Rudi. [jat]