Tambangnews.id | Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bakal mencabut 2.343 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pakar Hukum Pertambangan, Ahmad Redi, menilai keputusan Bahlil tersebut dianggap tidak sah.
Alasannya, berdasarkan UU Minerba No. 3/2020, penerbitan dan pencabutan IUP hanya bisa dilakukan oleh Menteri ESDM. Sehingga dia menilai keputusan Menteri Investasi dalam mencabut IUP tersebut tidak memiliki landasan hukum.
Baca Juga:
KWI Tolak Privilese Kelola Tambang dari Jokowi, Begini Tanggapan Menteri Bahlil
"Surat keputusan Menteri Investasi yang mencabut 2.000 sekian IUP itu tidak sah berdasarkan analisis akademik, dalam UU Minerba diatur kewenangannya ada pada Menteri ESDM," jelas Redi dalam diskusi virtual Pencabutan Izin Usaha Pertambangan dan Pekebunan: Mencari Solusi Penataan Perizinan Demi Kesejahteraan Masyarakat, Jumat (4/3/2022).
Dia mengingatkan pemerintah dalam membuat keputusan setidaknya diperlukan tiga landasan kuat yaitu filosofis, sosiologis, dan yuridis. Dia menilai dalam pencabutan IUP ini, pemerintah tidak memenuhi landasan tersebut.
"Tiba-tiba perusahaan tambang izinnya dicabut tanpa melihat aspek filosofisnya," sanggahnya.
Baca Juga:
Menteri Bahlil Bakal Terbitkan Izin Usaha Tambang Batu Bara untuk PBNU
Ditinjau dari aspek yuridis, dia mempertanyakan aturan yang menjadi landasan keputusan tersebut.
"Salah satu ciri negara hukum adalah ada peradilan administrasi negara. Rakyat mempunyai hak untuk mengoreksi keputusan dari pejabat atau badan publik," tegasnya.
Redi menyadari walaupun pencabutan IUP atas perintah dari Presiden Joko Widodo, tapi pencabutan melalui Menteri Investasi tetap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Presiden pun harus mengikuti ketentuan undang-undang.