Tambangnews.id | Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) merespons curhat Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor ke Komisi VII DPR dan Dirjen Minerba Kementerian ESDM prihal tambang batu bara ilegal hanyalah gimik untuk mencari perhatian
"Jadinya paradoks kan. Pernyataan itu, bertolak belakang dengan realita. Sampai saat ini tidak ada keseriusan Pemprov Kaltim untuk mengatasi persoalan tersebut," ujar Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, Rabu (13/4).
Baca Juga:
HATAM 2023, Jatam: Pertahankan Ruang Hidup, Lawan Kolonialisme Industri Ekstraktif
Menurutnya curhat Gubernur Isran menolak UU Minerba 2020 itu memang wajib dipertanyakan. Sebab, sebagai kepala daerah sudah semestinya Isran ikut menolak sejak awal beleid tersebut, bukannya setelah disahkan kemudian curhat. Apalagi saat kewenangan soal tambang dari daerah ditarik ke pusat.
"Perlu diingat, tanpa ditarik ke pusat sekalipun, illegal mining itu perlu ditindak. Tak ada aturan khusus, karena memang (praktik curang) ini tidak ada ruangnya," imbuhnya.
Menurut Rupang, tak ada keseriusan dalam pendapat yang diberikan Isran Noor di hadapan para legislator dan Kementerian ESDM.
Baca Juga:
APPRI Beri Solusi Soal Penanganan Tambang Ilegal di Kaltim
Ia bahkan menantang Isran ikut komando melakukan uji materi atas UU Minerba ke MK. Dengan demikian gerakan masyarakat sipil atau aktivisi lingkungan tak sendirian.
"Kalau enggak setuju, ya gugat lah. Tapi, saya melihat tidak ada kesungguhan. Jangan undang-undang itu di pusat," imbuhnya lagi.
Pemprov Bisa Masuk Lewat Perda Infrastruktur Cegah Tambang Ilegal
Rupang menilai, Pemprov Kaltim sebetulnya memiliki kekuatan pula yakni terkait persoalan infrastruktur yang rusak akibat tambang batu bara. Ia mengatakan Pemprov bisa menindak dengan Perda Kaltim Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Kegiatan Pengangkutan Batu bara dan Kelapa Sawit.
Dalam pasal 6 ayat 1 sudah disebutkan, setiap angkutan batu bara dan hasil perusahaan perkebunan kelapa sawit dilarang melewati jalan umum.
"Dasar hukum perda itu kuat. Masalahnya, pelaksanaan aturan tersebut hampir tak ada. DPRD sebagai kontrol pengawasan bisa mempertanyakan gubernur lewat hak angket atau interpelasi," sebut Rupang.
Persoalan lainnya, kata dia, hingga kini petaka akibat lubang tambang belum tuntas. Sudah 40 nyawa melayang. Perkara tersebut sudah berlangsung sejak 2011 hingga 2021. Dalam catatan Jatam hingga kini ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara yang menganga di Kaltim. Ribuan lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Bumi Mulawarman.
"Selama jadi gubernur sudah berapa banyak laporan (nyawa hilang di lubang tambang) yang ditangani oleh kepolisian tuntas hingga ke meja hijau. Semestinya itu bisa didesak ke polda," katanya. [jat]