Tambangnews.id | Larangan ekspor yang sempat diterapkan oleh Indonesia dan konflik Ukraina-Rusia telah mendongkrak harga batu bara global sepanjang tahun ini.
Mengingat ketidakpastian geopolitik, harga komoditas energi ini diperkirakan akan tetap tinggi di tengah mulai banyaknya pasokan yang masuk ke pasar.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
Analis CLSA Sekuritas Yusuf Ade Winoto menaikkan estimasi harga batubara untuk tahun 2022, dari semula US$120 menjadi US$ 150 per ton. Winoto juga menaikkan estimasi patokan harga batu bara untuk tahun depan, dari semula US$ 90 per ton menjadi US$ 110 per ton.
China sebagai negara produsen dan konsumen batu bara terbesar memproduksi lebih banyak dan mengimpor lebih sedikit batu bara. Data terbaru menunjukkan Negeri Panda tersebut mengimpor 51,8 juta ton batu bara sepanjang kuartal I-2022, menurun 24% secara year-on-year (yoy).
Larangan ekspor yang sempat diberlakukan Indonesia pada Januari 2022 kemungkinan menyebabkan penurunan ini. Hanya saja, pencapaian produksi batubara dalam negeri China juga membantu mengurangi defisit batu bara di negara tersebut.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Produksi batu bara China pada kuartal pertama 2022 naik 11,7% secara yoy. Maka, harga batu bara domestik menjadi relatif stabil meski harga patokan batu bara seaborne berfluktuasi cukup tajam.
Dari sisi suplai, produksi batu bara di Indonesia direncakanan mencapai 637 juta ton sampai 664 juta ton atau tumbuh 4%-8% dari tahun lalu. Menurut CLSA, konsumsi pasar dalam negeri berpotensi meningkat seiring membaiknya pertumbuhan ekonomi disertai mulai beroperasinya beberapa proyek pembangkit listrik tenaga batu bara.
Dengan permintaan dari China yang lebih moderat, tambahan output dari Indonesia akan mendorong lebih banyak keseimbangan dari sisi suplai dibandingkan tahun lalu.