MAWAKA ID | Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan, Senin (24/1/2022), setelah pekan lalu sempat terkoreksi selama 3 hari beruntun.
Rupiah terapresiasi 0,24% ke Rp 14.300/US$ kala pembukaan pasar spot, setelah melemah 0,28% sepanjang pekan lalu. Pada pukul 11:00 WIB, rupiah masih menguat 0,14% menjadi Rp 14.315/US$.
Baca Juga:
Ini Penyebab Kurs Rupiah Masih Melemah di Rentang 15.600-an per Dolar AS
Penguatan rupiah terjadi kala pelaku pasar sedang menantikan hasil rapat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang diumumkan Kamis dini hari waktu Indonesia. Menurut bank investasi ternama Goldman Sachs, The Fed akan bertindak agresif dalam menaikkan suku bunga tahun ini.
"Prediksi kami The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali pada Maret, Juni, September, dan Desember. Namun kami melihat risiko The Fed ingin menaikkan suku bunga di setiap pertemuan sampai proyeksi inflasi berubah," tutur ekonom di Goldman Sachs David Mericle yang dikutip CNBC International, seperti dilansir dar CNBC Indonesia.
Goldman memprediksikan bahwa The Fed akan mengurangi nilai neraca hingga tetap di kisaran nilai US$ 6,1-6.6 triliun. Pengurangan tersebut diperkirakan akan dimulai pada bulan Juli dan berlangsung selama dua hingga dua setengah tahun.
Baca Juga:
Ditopang Data Penjualan Ritel, Rupiah Moncer di Rp 14.830
Jika hal tersebut dilakukan, maka artinya the Fed akan melepas kepemilikan obligasi, sehingga likuiditas akan terserap dan membuat dolar AS kuat di pasaran dan akan mengancam performa rupiah.
Namun rupiah terbantu oleh tren kenaikan harga komoditas, utamanya batu bara dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Dua komoditas itu adalah andalan ekspor Indonesia.
Pada perdagangan akhir pekan lalu, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 214,95/ton. Melonjak 4,29% dari posisi penutupan hari sebelumnya.