MAWAKA ID | Untuk menghadapi gelombang kasus Covid-19, negara yang dipimpin Kim Jong Un ini malah membuat beberapa kebijakan 'gila', mulai dari menolak vaksin hingga menggunakan ramuan tradisional sebagai obat.
Korea Utara (Korut) akhirnya melaporkan kasus Covid-19 pertamanya pada 12 Mei lalu. Bahkan, laporan kasus ini juga diiringi dengan kabar kasus kematian pertama akibat virus itu.
Baca Juga:
Pukulan Telak bagi Rezim Kim Jong Un: Diplomat Terpercaya Korut Membelot
Berikut kebijakan yang dikeluarkan Kim pasca munculnya kasus Covid, dikutip dari berbagai sumber.
1. Lockdown Ketat Selama 2 Tahun
Korut adalah salah satu negara pertama yang menutup perbatasannya pada Januari 2020 setelah virus pertama kali muncul di negara tetangga China.
Baca Juga:
Waspadai Pencurian Tinja, Pemimpin Korut Bawa Toilet Kemanapun Pergi
Kebijakan ini dengan cepat mengusir semua orang asing, termasuk diplomat dan pekerja bantuan internasional, dan memblokir perjalanan masuk, sehingga negara ini berada menjalani program isolasi ketat selama lebih dari dua tahun.
Kim sebelumnya memuji keberhasilan strategi tersebut, bahkan media pemerintah menyoroti "pekerjaan anti-epidemi" secara nasional.
Tetapi prediksi para ahli mengatakan Covid-19 akan menyelinap masuk pun terjadi. Pasalnya semua wabah terjadi di negara tetangga Korut. Dengan wabah di semua negara tetangga Virus itu bisa berasal dari manusia yang melakukan penyeberangan ilegal dari China, atau melalui hewan yang terinfeksi, seperti burung atau babi hutan, yang melintasi perbatasan dengan bebas, kata para ahli.
Korut dan China bahkan menangguhkan perdagangan kereta api pada April tahun ini karena kekhawatiran Pyongyang akan infeksi, tetapi pengiriman kargo laut terus berlanjut.
"Pelaut Korea Utara mungkin terinfeksi saat berinteraksi dengan awak lain, akhirnya menularkan virus ke awak pelabuhan," kata situs spesialis yang berbasis di Seoul, NK News dalam sebuah analisis.
2. Tolak Vaksin dari WHO dan Negara Lain
Korut juga menolak untuk mendapatkan vaksin dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Padahal lembaga itu sempat ingin mengirimkan jutaan vaksin Sinovac dan AstraZeneca.
Kim juga dilaporkan berulang kali menolak bantuan pandemi dan vaksin dari negara tetangganya, Korea Selatan (Korsel) dan China.
Kementerian Unifikasi Seoul Korsel yang bertanggung jawab atas hubungan lintas batas, mengatakan pihaknya mengusulkan untuk menyediakan pasokan medis, termasuk vaksin, masker dan alat uji, serta kerja sama teknis. Namun, pesan tersebut belum diterima Korut.
Tawaran itu datang tidak lama setelah Presiden Korsel Yoon Suk-yeol mengatakan akan membantu Korut memerangi pandemi.
Penolakan ini memiliki alasan. Korut berdalih negaranya tidak begitu membutuhkan vaksin karena tidak memiliki kasus dan menyebut masih banyak negara lain yang lebih membutuhkan vaksin dibanding negaranya.
3. Andalkan Ramuan Tradisional untuk Hadapi Covid
Untuk mengobati Covid dan gejalanya, media pemerintah Korut telah mendorong pasien untuk menggunakan obat penghilang rasa sakit dan penurun demam seperti ibuprofen, amoksisilin, dan antibiotik lainnya, yang tidak melawan virus tetapi terkadang diresepkan untuk infeksi bakteri sekunder.
Sementara sebelumnya mengecilkan vaksin sebagai "tidak ada obat mujarab", media juga merekomendasikan berkumur air garam, atau minum teh lonicera japonica atau teh daun willow tiga kali sehari.
Seorang warga lansia di Pyongyang bahkan mengatakan dia telah dibantu oleh teh jahe dan ventilasi kamarnya.
Kim Jong Un sempat mengatakan bahwa cadangan obat-obatan tidak cukup untuk semua orang, dan memerintahkan korps medis tentara untuk membantu menstabilkan pasokan di Pyongyang, di mana wabah tampaknya terpusat.
4. Buka Apotek Selama 24 Jam Meski Tak Memiliki Kapasitas Pengujian
Tidak hanya mengandalkan ramuan tradisional, Korut juga membuat kebijakan agar apotek di negara itu buka 24 jam sehari, sebagai langkah antisipasi negara yang baru-baru ini melaporkan kasus perdana Covid-19 tersebut.
Televisi KRT yang dikelola pemerintah Korut menayangkan rekaman staf medis yang memberikan informasi tentang Covid-19. Hal itu merupakan bagian dari kampanye publik untuk memerangi wabah Covid-19.
Korut sendiri telah memobilisasi militernya untuk mendistribusikan obat-obatan Covid-19 dan mengerahkan lebih dari 10.000 petugas kesehatan untuk membantu melacak pasien potensial dalam pertempuran melawan wabah tersebut, kata media pemerintah, Selasa (17/5/2021).
Padahal Korut, yang diyakini memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki kapasitas pengujian, hanya menghitung orang dengan demam untuk mengukur skala wabah Omicron-nya.
Omicron diketahui terutama mempengaruhi saluran pernapasan bagian atas, dengan gejala yang paling sering dilaporkan adalah sakit tenggorokan, pilek dan bersin. Kisaran suhu yang dihitung otoritas Korut sebagai demam juga tidak diketahui.
5. Penggunaan Masker Ganda Ala Kim Jong Un
Pasca keluarnya kabar wabah Covid di negaranya, Kim terlihat mengenakan dua masker saat mengunjungi apotek di Pyongyang, menurut rekaman yang dirilis oleh penyiar negara Korea Utara pada 16 Mei.
Kembali pada bulan Februari, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC AS) mendukung "masker ganda" untuk meningkatkan perlindungan terhadap omicron, yang lebih mudah menular daripada delta. Strain yang diidentifikasi beredar di Korut adalah subvarian BA.2 omicron, yang dikaitkan dengan transmisibilitas yang lebih tinggi daripada BA.1 asli.
Tetapi masker ganda, meskipun lebih protektif daripada satu lapis masker kain atau masker bedah, hanya direkomendasikan sebagai alternatif masker N95 atau KN95 yang menawarkan perlindungan terbaik terhadap virus, dan dapat digunakan sendiri.
Bukan hanya Kim yang terlihat mengenakan alat pelindung diri yang kurang optimal. Dalam penampilan media, petugas kesehatan Korut mengenakan masker bedah tipis bahkan saat mereka melakukan tugas berisiko seperti mendisinfeksi tempat umum dan berkonsultasi dengan pasien potensial. [tum]