MAWAKA ID | Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyadari ada tekanan terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2023 mendatang, khususnya bersumber dari utang.
"Untuk tahun depan ada beberapa hal yang kemudian dipertimbangkan di dalam desain APBN. Pertama dengan kenaikan inflasi dan pengetatan moneter, dari sisi utang yang akan kita kelola akan mengalami tekanan dari sisi jumlah bunga utang maupun cicilan yang dibayar," ujarnya usai sidang kabinet paripurna, Kamis (14/4/2022), mengutip CNBC Indonesia.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
Diketahui dalam dua tahun terakhir, penarikan utang amat besar dilakukan oleh pemerintah. Hal ini demi menyelamatkan masyarakat sekaligus perekonomian dari pandemi covid-19.
Bagaimana tidak, seluruh aktivitas ekonomi dipaksa berhenti untuk sekian lama. Sehingga pemerintah harus membantu dengan insentif maupun bantuan sosial agar persoalan ini tidak merembet kepada krisis yang lebih buruk.
Sementara itu penerimaan negara jatuh cukup parah. Maka dari itu opsi yang dipilih adalah tambahan utang melalui pelebaran defisit APBN di atas 3% PDB. Nominal utang kini sudah tembus Rp 7.000 triliun.
Baca Juga:
Hadiri Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024, Menkeu: Awal Sinergi yang Baik
Sri Mulyani menyatakan pada 2023 mendatang defisit anggaran harus kembali pada 3% PDB. Rancangan sementara defisit APBN akan berada pada rentang 2,81-2,95% dari PDB atau Rp 562,6 triliun hingga Rp 596,7 triliun.
"Ini yang harus kita pertimbangkan sebagai bagian desain APBN 2023 kembali menuju pada defisit di bawah 3% agar jumlah kebutuhan untuk menerbitkan surat utang bisa diturunkan bisa bertahap namun berhati-hati," ungkapnya. [tum]