MAWAKA ID I Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bayu Sutanto menceritakan alasan maskapai penerbangan memilih menyewa pesawat ketimbang membeli armada baru.
Ia mengatakan tren menyewa pesawat dari lessor mulai marak dalam sepuluh tahun belakangan.
Baca Juga:
Avtur Ramah Lingkungan, Senjata Baru Indonesia di Pasar Penerbangan Dunia
“Sebelumnya maskapai kalau mengadakan pesawat selalu membeli (baru) dengan modal atau kredit bank,” ujar Bayu dalam webinar Kadin, Kamis, (11/11/2021) seperti dikutip dari TEMPO.CO.
Ia berujar, maskapai penerbangan mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya, peningkatan harga seiring dengan pemutakhiran teknologi. Semakin tinggi teknologinya, harga pesawat kian mahal.
Bayu mencontohkan harga pesawat Airbus A320 yang bisa dilego mencapai US$ 55-60 juta per unit. Dengan harga yang sama, perusahaan maskapai bisa menyewa sepuluh armada dengan jenis serupa.
Baca Juga:
Delta Alami Kerugian Dahsyat 500 Juta Dolar AS Akibat Gangguan TI
Selain harga, ketidakpastian ekonomi menjadi pertimbangan utama perusahaan untuk memutuskan melakukan pengadaan pesawat melalui mekanisme sewa. Musababnya bisnis maskapai penerbangan sangat bergantung terhadap kondisi perekonomian. “Certainly bisa up dan down,” ujar bayu.
Bayu menerangkan ada berbagai tipe kontrak leasing atau sewa pesawat. Tipe-tipe kontrak ini bergantung pada kebutuhannya. Di Indonesia, kata dia, ada maskapai yang menyewa pesawat dalam jangka pendek untuk kebutuhan waktu-waktu tertentu.
Salah satunya Garuda Indonesia. Garuda beberapa kali menyewa pesawat untuk kebutuhan haji. Pola sewa jangka pendek ini memungkinkan seluruh kebutuhan armada, termasuk awak penerbangan dan kru maintenance, disediakan pihak lessor.
Bayu menyatakan, pengadaan pesawat melalui skema sewa memiliki risiko. “Risikonya adalah kalau lessor-nya nakal,” tutur Bayu. (tum)