MAWAKA ID | Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Sulawesi Utara, Selasa (25/1/2022), terungkap fakta-fakta bagaimana Mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip memperkaya diri sewaktu menjabat.
Sri Wahyumi bakal kembali dipenjara setelah terbukti menerima gratifikasi dari sejumlah proyek di wilayahnya.
Baca Juga:
Startup Britishvolt Kembangkan Baterai untuk Mobil Sport Listrik Lotus
Dikatakan Majelis Hakim, Sri Wahyumi menerima gratifikasi atau commitment fee sebesar 10 persen pada pertengahan 2014 dan 2017.
Commitment fee itu didapat dari nilai berbagai pekerjaan atau proyek yang dilelang kepada beberapa pengusaha.
Guna memuluskan aksinya, Sri Wahyumi memerintahkan empat ketua kelompok kerja (pokja) untuk membantunya mengumpulkan uang.
Baca Juga:
Sedang Populer, Benarkah Aset NFT Bikin Boros Energi Listrik?
”Untuk apa saya tempatkan kalian di sini kalau tidak bisa bantu Ibu? Ibu butuh dana untuk pilkada (2019),” ujar hakim anggota M Alfi Sahrin Usup, menirukan instruksi Sri Wahyumi kepada para ketua pokja, dikutip dari Kompas.id.
Lantas, para ketua pokja memberikan spesifikasi proyek kepada para pengusaha sebelum dimulainya lelang elektronik.
Pemenang proyek pun sudah ditentukan sebelum lelang, jika pengusaha telah menyetorkan commitment fee kepada ketua pokja. Mereka kemudian memberikan commitment fee tersebut kepada Sri Wahyumi.
Selama itu, Sri terbukti menerima Rp 9.303.500.000 melalui empat ketua pokja pengadaan barang dan jasa.
"Commitment fee diterima oleh terdakwa dari Mantan Ketua Pokja John Rianto Majampoh, Frans Lua, Azaria Mahatuil, dan Jelbi Eris di rumah dinas bupati maupun rumah pribadi," tutur Hakim Ad Hoc Edy Darma Putra, dilansir dari Tribun Manado.
Alifi menambahkan, berdasarkan kesaksian para pengusaha, gratifikasi adalah hal umum di Talaud selama kepemimpinan Sri Wahyumi.
”Sudah jadi rahasia umum di kalangan pengusaha di Talaud, harus memberikan fee 10 persen kepada terdakwa selaku bupati,” ucapnya.
Berdasar fakta persidangan, para mantan ketua Pokja tersebut juga terbukti meminta commitment fee dari para kontraktor sebesar 1,5 persen hingga 3 persen.
Divonis Empat Tahun Penjara
Meskipun menerima gratifikasi dengan bantuan para ketua pokja, dalam persidangan ini, Sri Wahyumi menjadi satu-satunya terdakwa.
Walau demikian, majelis hakim menyatakan kasus ini sebagai tindak korupsi bersama-sama. Hakim mempertimbangkan empat ketua pokja telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Atas perbuatannya, Sri terbukti melanggar Pasal 12B Ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang gratifikasi.
Dia juga melanggar Pasal 12C Ayat 1 UU No 31/1999 juncto UU No 20/2001 lantaran tidak melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Oleh karena itu, Bupati Kepulauan Talaud pada 2014-2019 tersebut dijatuhi hukuman penjara empat tahun.
Ia juga terkena denda Rp 200 juta, yang jika tidak dibayarkan dapat diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
”Dengan ini menetapkan terdakwa Sri Wahyumi Maria Manalip terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” jelas Hakim Ketua Djamaluddin Ismail, dilansir dari Kompas.id.
Sri Wahyumi juga harus mengembalikan uang gratifikasi yang ia terima. Selain itu, tanah dan bangunan miliknya di perumahan CitraGran, Kecamatan Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat, yang dibeli menggunakan uang gratifikasi, juga akan disita.
”Kalau tidak dibayarkan dalam satu bulan setelah putusan diberlakukan, harta benda terdakwa akan disita. Kalau nilai sitaan tidak mencukupi, harus diganti dengan kurungan selama dua tahun,” terang Djamaluddin.
Menerima keputusan hakim
Soal keputusan hakim, Sri dan tim kuasa hukum mengaku menerimanya. "Saya menerima putusan majelis hakim,” tandas mantan kader PDI-P dan Hanura tersebut.
Usai sidang, Sri mendatangi ketiga anak dan keluarganya yang turut hadir di PN Manado.
Sambil meneteskan air mata, Sri memeluk mereka satu per satu. Anak dan sanak saudara Sri pun turut menangis.
"Enggak apa-apa, cuma empat tahun," ungkapnya, dikutip dari Tribun Manado. Sebelumnya, Sri Wahyumi dipenjara karena terbukti menerima suap terkait pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, tahun 2019. [tum]