MAWAKA ID | Presiden Joko Widodo mengungkapkan alasan di balik kenaikan harga minyak goreng lokal. Ia mengatakan melambungnya harga minyak internasional berdampak pada harga di dalam negeri.
"Karena harga internasional tinggi, semua negara mengikuti ketarik ke sana. Karena harga minyak goreng di Eropa, di Amerika naiknya tinggi, harga di dalam negeri ketarik," kata Jokowi saat membuka rapat kerja nasional (Rakernas) V kelompok relawan Projo yang disiarkan secara daring, Sabtu (21/5).
Baca Juga:
Jaga Pasokan, Pemerintah Perbarui Kebijakan Pengendalian Minyak Goreng Pasca Lebaran
Jokowi menuturkan, setelah mencoba berbagai kebijakan untuk menjaga harga di dalam negeri tetap stabil, pemerintah memutuskan menyetop ekspor bahan baku minyak goreng atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng sejak 28 April.
Namun, dia mengatakan kebijakan itu juga bukan hal yang mudah. Menurutnya, keputusan itu berdampak ke berbagai hal, seperti membebankan jutaan petani sawit dan merosotnya pemasukan negara dari hasil pajak penjualan sawit.
"Selain urusan petani pekerja di sawit, juga urusan income negara. Pajak dari sawit, bea ekspor dari sawit, bea keluar dari sawit, PMBP dari sawit, itu gede sekali, kurang lebih 60 sampai 70 triliun, besar sekali. Padahal APBN sangat membutuhkan penerimaan negara," jelasnya.
Baca Juga:
Minyakita Langka di Banyak Daerah, Konsumen Menjerit
Namun, Jokowi mengklaim kunci atau solusi permasalahan minyak goreng telah ditemukan. Karena itu, dia mengatakan dalam waktu satu hingga dua minggu ke depan diharapkan harga minyak goreng curah di pasaran akan berada di angka Rp 14 ribu.
Dalam kesempatan itu, Jokowi pun membandingkan harga minyak goreng dalam negeri dengan negara lain.
Ia mencontohkan, di Jerman harga minyak goreng Rp 47 per liter, di Singapura Rp 41 ribu per liter, dan di Amerika Serikat Rp45 ribu per liter. Sementara itu, menurutnya, harga minyak goreng curah di Indonesia bisa didapatkan dengan harga Rp 14 ribu per liter. [tum]