Martabat.net | Pembenahan sistem pemilu harus segera dilakukan mengingat kian meningkatnya politik uang, sehingga merusak tatanan demokrasi yang telah diperjuangkan lewat konstitusi.
Demikian kesimpulan diskusi bertajuk "Evaluasi Sistem Pemilu" yang dilaksanakan Bagian Pemberitaan DPR di Gedung Parlemen, Kamis (4/11/2021).
Baca Juga:
Sebut Pemilu 2024 Paling Buruk, PDIP Rekomendasikan Sistem Pemilu Ditinjau Ulang
Turut jadi narasumber pada diskusi itu Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin dari Fraksi Partai Golkar; Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara, Gede Pasek Suardika; dan Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut, Karyono Wibowo.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo, kecenderungan meningkatnya praktik politik uang setidaknya terlihat pada pemilu terakhir, 2019.
Berdasarkan hasil survei, praktik permainan uang itu terlihat ketika popularitas seseorang naik drastis setelah seorang calon kepala daerah atau calon anggota legislatif membagi-bagikan sembako.
Baca Juga:
DPP PDIP Pastikan Seluruh Bacaleg Akan Ikuti Pendidikan Berjenjang Sistem Terbuka
“Praktik politik uang ini memang terbukti terus meningkat dari pemilu ke pemilu, karena itulah perlu pembenahan sistem pemilu agar bisa berbiaya murah, transparan dengan proses yang cepat,” ujarnya.
Karyono mengakui, tidak mudah untuk membenahi sistem pemilu.
Akan tetapi, pembenahan secara menyeluruh, tidak parsial, perlu dilakukan segera agar muncul para anggota legilastif maupun kepala daerah yang berkualitas.
Dikatakan, meski sistem pemilu proporsional terbuka pada pemilu legislatif yang diterapkan, saat ini lebih mampu menutup politik uang, namun gejala peningkatan permainan uang tersebut kian menghawatirkan.
Bahkan, dia mengatakan, di balik permainan uang tersebut, ada para pemodal yang berkepentingan untuk mengendalikan kebijakan di tingkat legislatif maupun di tataran eksekutif nantinya.
Pemilu Digital
Sementara itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Gede Pasek Suardika, mengatakan, sistem pemilu digital dan proses pemilu yang diperpendek bisa dijadikan cara untuk mengurangi praktik politik uang.
“Seharusnya kita sudah bisa menerapan sistem digital seperti dalam aplikasi vaksinasi (PeduliLindungi), namun apa partai besar mau menerapkan cara digital tersebut,” ujarnya, mempertanyakan.
Pasek mengatakan, kecurangan dalam sistem digital lebih mudah dilacak karena urusannya dengan alat.
Sedangkan, kecurangan dalam penghitungan suara manual akan susah diusut, karena melibatkan banyak orang dan saksi.
Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan, pembenahan sistem pemilu harus dimulai dari internal partai politik itu sendiri.
Menurutnya, agar terpilih calon anggota legislatif yang berkualitas, negara perlu membiayai partai politik, seperti di Jerman dan Kanada.
Di kedua negara itu, lebih dari separuh biaya partai politik ditanggung oleh negara, katanya.
Dengan cara itu, katanya, seorang calon anggota legislatif tidak mengeluarkan banyak uang untuk berkampanye, karena bisa dibantu oleh partai.
Dengan demikian, permainan politik uang bisa dikurangi, katanya. [dny]