Martabat NET | Nadiem Anwar Makarim menolak usulan Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri Yaakob untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa perantara kedua kepala negara serta bahasa resmi ASEAN.
Penolakan itu disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) dalam laman resmi Kemendikbudristek, Selasa (5/4/2022).
Baca Juga:
Presiden Prabowo dan Sekjen PBB António Guterres Bahas Sejumlah Isu Strategis dalam Pertemuan Bilateral di Brasil
"Saya sebagai Mendikbudristek, tentu menolak usulan tersebut," ujarnya.
"Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional. Saya imbau seluruh masyarakat bahu membahu dengan pemerintah untuk terus berdayakan dan bela bahasa Indonesia," tambahnya.
Posisi Nadiem tersebut bukan tanpa penjelasan menyeluruh. Bahasa Indonesia, menurut dia, lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik.
Baca Juga:
RI-Selandia Baru Tegaskan Komitmen untuk Tingkatkan Kerja Sama Kedua Negara
Nadiem kemudian menjelaskan di tingkat internasional, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara. Persebarannya telah mencakup 47 negara di seluruh dunia.
Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah diselenggarakan oleh 428 lembaga. Ini difasilitasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia.
Selain itu, lanjut Nadiem, bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata kuliah di sejumlah kampus kelas dunia luar. Termasuk di Eropa, Amerika Serikat (AS), dan Australia, serta di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Asia.
"Dengan semua keunggulan yang dimiliki bahasa Indonesia dari aspek historis, hukum, dan linguistik, serta bagaimana bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang diakui secara internasional, sudah selayaknya bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan, dan jika memungkinkan menjadi bahasa pengantar untuk pertemuan-pertemuan resmi ASEAN," katanya.
Dalam perjalanannya, peran Bahasa Indonesia diperkuat dengan UU dan peraturan-peraturan hukum. Pascakemerdekaan Indonesia, disebutkan dalam Pasal 36 Undang-undang Dasar Republik Indonesia bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Status dan fungsi bahasa Indonesia ditegaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Ini kemudian diperjelas dengan lebih terperinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan. [tum]