Martabat NET | Kalangan milenial yang banyak melakukan komoditas investasi dengan mata uang kripto, lebih baik melakukan bisnis di sektor riil nasional.
Pandangan tersebut disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, dalam keterangan di Jakarta, Kamis, (10/2/2022).
Baca Juga:
Meninggal Mendadak, Segini Harta yang Ditinggalkan Juragan Kripto
Dia mengimbau generasi milenial memilih opsi lain dengan berkontribusi pada sektor ril yang sudah jelas dapat menggerakkan roda perekonomian negara
Anis menyoroti jumlah pengguna crypto currency yang mengalami peningkatan pesat di awal tahun 2022. Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengungkap data dari Kementerian Perdagangan, bahwa pengguna Crypto mencapai 11,2 juta orang pada Januari 2022.
“Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan investor pasar modal yang masih berada di kisaran 7 juta investor," katanya.
Baca Juga:
Meninggal saat Tidur, Bos Bandar Kripto Rp 47,1 T Baru Berusia 30 Tahun
Selain itu, ujar dia, data proporsi pengguna mata uang kripto yang didominasi oleh generasi milenial, di mana saat ini, mayoritas investor kripto berusia 18-35 tahun, yakni mencapai 66 persen dari keseluruhan jumlah investor kripto tersebut.
Ia mengapresiasi antusiasme generasi milenial untuk berpartisipasi aktif di sektor keuangan, akan tetapi Anis menganjurkan untuk tidak serta merta terjebak dalam euforia kripto yang menjanjikan persentase laba yang begitu menjanjikan dalam setiap transaksinya.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mengkhawatirkan pengawasan pemerintah saat ini yang belum mampu mengimbangi pesatnya perkembangan mata uang kripto hingga memicu ketidakstabilan di pasar keuangan Indonesia.
Menurut dia, peran Lembaga pengawasan yang ada saat ini perlu diperkuat. Seperti diketahui, yang melakukan fungsi pengawasan di pasar kripto adalah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
“Bappebti dibutuhkan untuk melakukan fungsi pengawasan dengan lebih ketat karena jumlah investor dan transaksinya sudah besar. Hal ini untuk mengantisipasi dan memitigasi moral hazard, kecurangan, penipuan, dan sebagainya," paparnya.
Anis juga mengimbau ada informasi yang berimbang terkait kripto ini, sehingga masyarakat tidak saja mengetahui tentang keuntungan menggunakan kripto, tetapi juga mengetahui resikonya.
Sebelumnya, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyarankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) duduk bersama untuk membahas soal perdagangan aset kripto.
"Di satu sisi Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tapi di sisi lain ada institusi lain yang punya pandangan lain. OJK dan Bappebti ini ngobrol dululah, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir," ujar Nailul dalam keterangan di Jakarta, Selasa (8/2).
OJK baru-baru ini melarang perbankan memfasilitasi transaksi kripto buntut dari maraknya penipuan investasi dan kejahatan bermodus skema ponzi.
OJK meminta kepada industri perbankan agar penggunaan rekening bank tidak dijadikan sebagai penampung dana dari kegiatan melanggar hukum, termasuk kripto.
Padahal, kripto sendiri telah dirancang sebagai komoditas oleh Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan. Tidak hanya itu, Bappebti juga telah merancang aturan terkait perdagangan dan pedagang kripto secara resmi. [tum]