Martabat NET | Sampai pada kuartal I-2022 ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat penerimaan negara dari sisi hulu migas tembus US$ 4,4 miliar atau setara dengan Rp 58 triliun.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengungkapkan bahwa, jumlah penerimaan negara pada kuartal I-2022 itu telah mencapai 44% dari target penerimaan negara pada tahun ini sebesar US$ 9,95 miliar.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Siap Layani Energi Mitra Global
"(Penerimaan negara) dari cost recovery US$ 1,4 miilair. Jadi so far cost recovery kembali dengan baik. Kemudian penerimaan negara cukup besar di kuartal I-2022 mencapai 44% dari target setahun jadi US$ 4,4 miliar berati setara dengan sekitar Rp 58 triliun," ungkap Dwi dalam Konfrensi Pers, Jumat (22/4/2022).
Dia menyebut, penerimaan negara ini tak terlepas dari lonjakan harga minyak. Dia menyebut, harga rata-rata minyak mentah Brent pada Maret mencapai US$ 112,46 per barel, bahkan sempat menyentuh US$ 127,98 per barel pada 8 Maret 2022 lalu.
Sementara asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 ditetapkan sebesar US$ 63 per barel.
Baca Juga:
SKK Migas Kalsul dan KKKS Kunjungi Kemenhub RI Pastikan Kelancaran Hulu Migas
Begitu juga dengan harga gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). Harga gas global kini juga mengalami peningkatan hingga di atas US$ 25 per juta British thermal unit (MMBTU).
"Untuk jangka panjang, diperkirakan harga gas Asia masih mendekati US$ 10 per MMBTU, lebih tinggi dari Eropa dan US," ucapnya.
Namun sayangnya dari sisi produksi terangkut (lifting) minyak dan gas bumi pada kuartal I 2022 ini masih di bawah target.
Lifting minyak pada selama Januari-Maret 2022 rata-rata mencapai 611,7 ribu barel per hari (bph), lebih rendah dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar 703 ribu bph.
Begitu juga dengan lifting gas, rata-rata kuartal I masih sebesar 5.321 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), lebih rendah dari target 5.800 MMSCFD.
Dwi menyebut, masih belum tercapainya target lifting migas selama kuartal I 2022 ini karena masih adanya sejumlah kendala. Dimulai dari titik awal produksi (entry point) pada awal tahun 2022 yang rendah karena dampak dari pandemi Covid-19 hingga terjadinya penghentian operasi yang tak terduga (unplanned shutdown) di sejumlah lapangan migas. [tum]