Martabat.net | Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka pintu pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung untuk dibiayai oleh APBN. Sontak keputusan ini menimbulkan pro dan kontra.
mengizinkan pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung salah satunya akan dibiayai oleh APBN. Hal itu pun menuai pro dan kontra di sejumlah kalangan.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Izin Jokowi itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi Manilet menyatakan masuknya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan berisiko jangka menengah bahkan jangka panjang untuk APBN.
Untuk jangka menengah, dia mencontohkan jika ternyata kereta cepat ini tidak terlalu banyak digunakan oleh masyarakat karena tarifnya yang mahal. Hal itu akan berimbas kepada proyeksi keuntungan pengelola.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Karena keuntungan tidak sesuai ekspektasi, hal itu berimbas dengan pengajuan subsidi tiket. Nah itulah yang akan ditanggung APBN lagi.
"Maka tentu ini akan berdampak pada proyeksi keuntungan yang ditetapkan oleh pengelola dari KCI, karena konsorsium dari BUMN, bukan tidak mungkin ada pengajuan subsidi agar tiket menjadi lebih murah, subsidi tentu akan ditanggung oleh APBN lagi," jelasnya.
Kemudian, untuk jangka panjang disebutkan jika terjadi biaya tambahan dalam pembangunan proyek, misalnya dari pembebasan lahan atau biaya impor bahan baku, kemudian APBN tak cukup, maka proyek bisa mangkrak.
"Jika kekurangan hitung berpotensi menghambat pengerjaan kereta cepat, maka resiko penambahan anggarannya akan masuk ke APBN," tutupnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan dalam memutuskan pembangunan perkeretaapian ini harus dipikirkan dengan cermat.
"Ini kurang cermat dalam memperhitungkan dari awal, adanya kekeliruan. Meski plusnya rakyat Indonesia bisa merasakan kereta cepat nggak perlu di luar negeri. Minusnya itu, seharusnya APBN bisa digunakan untuk kepentingan rakyat yang lain. Terpaksa akan digunakan untuk ini," pungkasnya. [dny]