Martabat NET | Mereka menggambarkan siksaan pekerjaan di salah satu raksasa media sosial itu.
Hal tersebut diungkapkan Dylan Juhnke yang pernah bekerja sebagai brand partnership di perusahaan itu. "Cara karyawan Tiktok diperlakukan adalah kebalikan dari platform Tiktok," tulisnya dalam sebuah memo tahun 2021 lalu, dikutip dari Business Insider, Selasa (10/5/2022).
Baca Juga:
Tips Membentuk Mental yang Sehat
Melansir dari CNBC Indonesia, dia mengunggah memo itu secara internal, setelah mendapatkan sanksi saat bertanya di pertemuan town hall mengenai atasannya yang mengabaikan pertanyaan soal kompensasi karyawan dan mengundurkan diri.
The Wall Street Journal juga melaporkan cerita mantan karyawan Tiktok. Mereka harus menghadapi budaya bekerja dengan tekanan tinggi seperti meeting 85 jam, kurang tidur, hingga siksaan mental.
Pegawai yang pernah bekerja di perusahaan itu juga bercerita mengalami perubahan emosional dan berat badan bahkan harus mulai mengikuti terapi psikologis. Cerita lainnya menyebutkan salah seorang karyawan harus menunjukkan dokumen bukti mengenai kondisi medis yang mengancam jiwanya supaya manajernya memberikan izin tidak lembur dua hari berturut-turut.
Baca Juga:
5 Langkah Melatih Diri agar Bermental Tangguh dan Tak Gampang Stres
Melody Chu menuliskan pengalamannya dalam tiga unggahan di laman Medium dengan judul "Seperti Apa Rasanya Bekerja di Tiktok'. Dalam posting di bulan April, dia menceritakan harus rela tidak pernah makan malam di rumah saat hari kerja dan mengikuti rapat pada hari Minggu atau lewat jam 10 malam.
"Saya tadinya berpikir bahwa saya sudah melalui beberapa hal sulit dalam karir saya sejauh ini [sebelum bekerja di Tiktok]," ucapnya yang sebelumnya bekerja di Facebook selama 5 tahun dan menjadi engineer di NextDoor.
Wall Street Journal mencatat banyak karyawan merupakan veteran dari perusahaan teknologi besar lain. Namun mereka sepakat Tiktok sangat menekankan produktivitas dan kerahasiaan tanpa henti pada tingkat yang luar biasa.
Budaya China dalam Tiktok
Budaya di China, tempat induk usaha Tiktok, Bytedance bermarkas, juga sangat terasa di dalam perusahaan.
Kultur tersebut adalah 9-9-6, yaitu bekerja dari jam 9 pagi hingga 9 malam, enam hari dalam seminggu.
Jam kerja itu cukup umum di perusahaan. Meskipun mantan karyawan Tiktok lain Pabel Martinez pada April lalu mengatakan, ada upaya membuatnya menjadi jam 10 pagi hingga 7 malam dari Senin hingga Jumat.
"Saya berpikir bahwa budaya bekerja terlalu banyak atau tidak memiliki keseimbangan kehidupan kerja meresap ke seluruh organisasi dan kerap mendorong bekerja di luar jam kerja," ujarnya.
Sejumlah karyawan juga menceritakan Bytedance memegang banyak kendali d Tiktok. Termasuk soal jam kerja pada karyawannya yang berbasis di Amerika Serikat (AS).
Lalu mengapa masih ada yang bertahan di lingkungan itu? Wall Street Journal mengutip sejumlah sumber menyebut ini karena mereka mengharapkan uang banyak dari opsi saham jika Bytedance masuk bursa.
Baik Tiktok maupun Melody Chu tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar, ungkap Business Insider. [tum]