Jurnalmaritim.id | Amerika Serikat (AS) menarik dua kapal perangnya dari Laut Hitam pada Januari lalu atau menjelang Rusia menginvasi Ukraina .
Langkah yang tiba-tiba saat itu memicu spekulasi bahwa Washington khawatir kedua kapalnya terkena dampak serangan Moskow yang akan segera terjadi.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Pentagon pada hari Rabu (30/3/2022) waktu Washington mengonfirmasi penarikan dua kapal itu dengan alasan situasi yang memburuk di Ukraina.
Menurut Pentagon, Washington membuat keputusan bijaksana untuk menarik dua kapal perusak Angkatan Laut AS dari Laut Hitam pada Januari, dan penarikan itu diputuskan berdasarkan pertimbangan keamanan nasional.
"Angkatan Laut AS secara rutin memindahkan kapal-kapal ke dalam atau keluar dari Laut Hitam, tetapi menyerukan untuk menarik dua kapal perusak peluru kendali kelas Arleigh Burke sekitar bulan Januari," kata juru bicara Departemen Pertahanan John Kirby kepada wartawan pada briefing harian Pentagon.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
Kirby mengomentari pengungkapan yang dibuat oleh Kepala Komando Eropa, Jenderal Tod Wolters, pada hari sebelumnya, ketika dia mengatakan kepada Komite Angkatan Bersenjata Kongres bahwa kedua kapal perusak itu ditarik karena situasi yang memburuk di Ukraina.
"AS saat ini tidak memiliki kapal perang di Laut Hitam, tetapi harus kembali ke daerah itu sesegera mungkin," kata Wolters kepada Kongres.
Saat ini, militer AS memiliki awak pesawat terbang di selatan dan drone di bagian utara laut tersebut.
"Menarik diri adalah hal bijaksana yang harus dilakukan pada saat itu," kata Kirby, seperti dikutip Russia Today, Kamis (31/3/2022).
"Untuk memperjelas kepada semua orang bahwa AS tidak tertarik untuk menegakkan konflik dengan beberapa keputusan postur yang kami buat."
Kirby tidak memiliki informasi apakah dan kapan kapal-kapal itu akan kembali.
"Keputusan seperti itu akan dibuat demi kepentingan terbaik keamanan nasional kami dan sekutu serta mitra kami," ujarnya.
Moskow mengirim pasukan ke Ukraina pada akhir Februari, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Kiev untuk menerapkan ketentuan Perjanjian Minsk dan mengakhiri konflik dengan wilayah Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri.
Rusia akhirnya mengakui keduanya sebagai negara merdeka, di mana mereka meminta bantuan militer Moskow.
Rusia menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali dua republik Donbass dengan paksa. [jat]