Jurnalmaritim.id | Angkatan Laut Malaysia saat ini dalam kondisi yang kurang baik dan banyak aset yang tidak bisa lagi digunakan secara optimal.
Hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang semakin maju bahkan bisa memproduksi sendiri kapal cepat rudal di dalam negeri.
Baca Juga:
Kapolri Dapat Gelar Panglima Gagah Pasukan Polis dari Kerajaan Malaysia
Kapal cepat rudal buatan PT Lundin Industry Invest, Banyuwangi ini juga memiliki kemampuan yang mumpuni dan disematkan teknologi terbaru.
Salah satu produk baru buatan PT PAL yakni kapal cepat rudal KRI-Golok 688 yang bertugas di sekitar Laut Natuna Utara.
KRI Golok 688 sudah dibuat dengan bahan composite yang punya kekuatan bodi kuat dan bobot yang ringan.
Baca Juga:
Pelaku Penyandera Bocah di Pospol Pejaten Mau Uang Tebusan dan Seorang Resedivis TPPO
Penggunaan bahan composite pada KRI Golok 688 juga membuat kapal ini lebih sulit dideteksi radar musuh alias punya kemampuan siluman.
Berbanding terbalik, kondisi armada laut Malaysia pun menjadi sorotan di negeri sendiri.
Dilansir ZonaJakarta dari Defence Security Asia, para petinggi Angkatan Laut Malaysia juga menganggp bahwa kondisi ini sangat genting.
Salah satu penyebabnya adalah alutsista yang dimiliki Angkatan Laut Malaysia banyak yang berusua tua.
Komandan TLDM (Tentara Laut Diraja Malaysia), Tan Sri Mohd Reza Mohd Sany mengungkap kekhawatirannya bahwa Malaysia bisa dikucilkan dari pergaulan internasional.
Selain dikucilkan karena dianggap tak sepadan, ke depannya Angkatan Laut Malaysia juga mungkin tidak lagi diajak dalam latihan militer internasional.
Ini karena Angkatan Laut Malaysia yang dianggap lemah dan tidak cocok sebagai mitra strategis negara lain.
"Kemampuan TLDM yang tidak setara dengan negara lain, maka TLDM tidak dianggap sebagai mitra strategis oleh negara lain," tulis Defence Security Asia.
"Kemampuan RMN dipandang tidak setara dengan angkatan laut dari berbagai negara dan ini menjadikan RMN bukan lagi mitra strategis yang kredibel. Sehingga mempengaruhi hubungan pertahanan internasional negara tersebut," lanjutnya.
Padahal, ancaman di wilayah perairan Malaysia juga semakin nyata.
Salah satu konflik yang jelas di depan mata adalah klaim sepihak China atas wilayah Laut Natuna Utara.
Tak cuma Indonesia yang kena imbas, Malaysia ternyata juga ikut 'disikut' oleh China.
Wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif Malaysa termasuk dalam wilayah yang ikut diklaim oleh China.
Hal ini menyebabkan Malaysia harus lebih memperhatikan lagi kualitas dan kuantitas armada lautnya.
Bahkan, perbandingan alutsista Angkatan Laut yang dimiliki antara Indonesia dengan Malaysia pun sangat kentara.
Dirangkum ZonaJakarta dari Global Fire Power, berikut rincian alutsista Angkatan Laut antara Indonesia dengan Malaysia:
1. Indonesia
- Kapal selam: 4 unit
- Fregat: 7 unit
- Korvet: 24 unit
- Kapal patroli: 181 unit
- Kapal ranjau: 11 unit
2. Malaysia
- Kapal selam: 2 unit
- Fregat: 3 unit
- Korvet: 6 unit
- Kapal patroli: 29 unit
- Kapal ranjau: 4 unit
Dengan perbedaan jumlah alutsista yang mencolok, Malaysia memang memiliki luas wilayah laut yang lebih kecil dibandingkan Indonesia.
Tetapi, kekhawatiran para petinggi Angkatan Laut Malaysia bisa saja terbukti jika pemerintah Negeri Jiran tidak berusaha memperbaiki kualitas armada laut mereka. [jat]