Jurnalmaritim.id | Pengamat Maritim Siswanto Rusdi menilai ada misleading terkait isu mafia pelabuhan yang sekarang mengemuka. Menurutnya, kasus mafia pelabuhan lebih banyak terjadi di luar, bukan di dalam pelabuhan.
Siswanto menjelaskan, pasca melakukan merger pada Oktober 2021 lalu, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo dikepung isu mafia pelabuhan. Kemenko Kemaritiman dan Investasi, KPK, hingga Jaksa Agung bahkan sudah menurunkan tim intel.
Baca Juga:
Pemerintah Lebanon Setujui Kesepakatan Perbatasan Maritim dengan Israel
"Padahal berkali-kali sudah terbukti, korupsi itu sudah berkali kali terbukti terjadi di luar pelabuhan. Mafia itu adanya di luar pelabuhan. Sebetulnya lebih tepat disebut mafia pengurusan kargo oleh pihak ketiga yang mewakili shipper. Kalau di dalam pelabuhan sudah mengalami perubahan," kata Siswanto dalam keterangan tertulis, Minggu (19/12/2021).
Dia melaporkan, inefisiensi di pelabuhan hanya terjadi 1-2 persen. Efisiensi itu justru perlu dilakukan di luar pelabuhan.
Oleh karenanya, Siswanto menunjuk mafia pelabuhan seharusnya diarahkan pada pihak di luar pelabuhan, dimana variabel biaya sewa peti kemas, pengangkutan peti kemas ke pabrik, kemudian sewa truk, memunculkan efek domino mendongkrak biaya logistik mencapai 23-24 persen dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto).
Baca Juga:
Festival Maritim Labuan Bajo 2022 Bakal Digelar pada 21-23 Oktober 2022
Sebelumnya, merger Pelindo secara resmi telah terlaksana dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Layanan Jasa Pelabuhan, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV, melebur kedalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity.
Masalahnya, lanjut Siswanto, Pelindo tidak bisa menjangkau ke sana karena itu ranah bisnis depo peti kemas. Pengaturan makin sulit karena dalam bisnis depo peti kemas melibatkan banyak elemen, mulai Kementrian Perdagangan, Bea Cukai, atau pelaku bisnis atau swasta.
Tata kelola pelabuhan diatur oleh Kementerian Perhubungan melalui regulasi oleh menteri, dirjen, bahkan otoritas pelabuhan pun mengeluarkan regulasi.