Jurnalmaritim.id | Pemuda merupakan sumber daya manusia utama untuk pembangunan di sebuah negara baik masa lalu, saat ini maupun masa datang.
Pemuda sebagai generasi penerus yang akan menggantikan tugas serta mengambil tongkat estafet kepemimpinan dari generasi sebelumnya.
Baca Juga:
Pertamina Capai Target Keberagaman Pekerja, Terus Perkuat Komitmen Jadi Perusahaan Inklusif
Oleh karena itu, kehadiran dan peran para pemuda dibutuhkan untuk membangun negeri di era digital agar bisa mencapai Indonesia emas sebagaimana dicita-citakan. Termasuk mendukung Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia.
Hal tersebut disampaikan Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa selaku Wakil Sekjen Bidang Kemaritiman DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Periode 2022-2025 di bawah kepemimpinan Ketua Umum Muhammad Ryano Pandjaitan dalam keterangan tertulis pada Selasa (16/8/2022).
Berkenaan dengan peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI, Marcellus Hakeng mengajak para pemuda untuk berperan mengembalikan kejayaan Indonesia di bidang maritim.
Baca Juga:
Satpam Apartemen di Bekasi Ngejoprak Dikeroyok Pemuda Mabuk
“Di usia Indonesia yang ke-77 tahun, saya mengajak para pemuda di seluruh Indonesia untuk mengembalikan kejayaan Indonesia di bidang maritim. Ingatlah, Founding Father Indonesia, Presiden Pertama Republik Indonesia - Ir. Soekarno dalam setiap kesempatan selalu menyerukan dan berpesan agar kita bisa kembali menjadikan Indonesia berjaya sebagai negara maritim,” ujar Hakeng.
Menurut Capt. Hakeng, pernyataan itu pula yang menjadi pemantik semangat Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan pertamanya pada tahun 2014 di Gedung DPR/MPR untuk memberi perhatian pada pembangunan aspek maritim.
"Kita telah lama memunggungi samudera, laut, selat, dan teluk. Maka, mulai hari ini, kita kembalikan kejayaan nenek moyang sebagai pelaut pemberani. Menghadapi badai dan gelombang di atas kapal bernama Republik Indonesia,” ujar Capt. Hakeng menirukan ucapan Jokowi waktu itu.
Pernyataan Presiden Jokowi itu, menurut Capt. Hakeng seharusnya bisa diletakkan sebagai milestone bentuk perubahan paradigma Indonesia dari sebuah negara agraris dan kembali kepada jatidiri sejatinya, yaitu negara maritim.
Selama ini, kata kata dia, kita sebagai bangsa telah memunggungi laut.
“Bagi saya sebagai seorang yang berkecimpung di dunia maritim, seruan Presiden RI tersebut sangat bagus. Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia,” katanya.
Dia menyebut Indonesia mempunyai lebih dari 17.500 pulau, yang disatukan oleh laut. Jadi, tidak berlebihan bila Indonesia disebut sebagai negara maritim terbesar di dunia, dikarenakan 75 persen wilayah Indonesia adalah lautan.
Oleh karena luasnya lautan yang dimiliki Indonesia serta letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan dan perlintasan kapal-kapal dunia, kata dia, maka Indonesia berpotensi menjadi Poros Maritim Dunia.
“Untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia, maka dibutuhkan peran Pemuda. Poros maritim dunia bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur,” katanya.
Dengan begitu, kita dapat mengembalikan jati diri kita sebagai bangsa maritime. Selanjutnya, melakukan pengamanan kepentingan serta menjaga keamanan wilayah maritim kita.
Selain itu, penting untuk memberdayakan potensi maritim demi mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia ke depannya.
"Ingat, ada potensi Rp 1.700 triliun kita dapatkan jika kita dapat mengelola lautan kita dengan tepat,” ujar Capt. Hakeng.
Apa lagi saat ini, kata Capt. Hakeng selain Republik Indonesia berusia 77 tahun, tetapi juga sekaligus sedang memegang tampuk Presidensi G20.
Dalam laman www.g20-insights.org, juga disebutkan bahwa G20 merupakan ajang yang harus menginisiasi tata kelola kelautan serta memastikan adanya dialog, strategi, dan kerja sama regional di bidang terkait.
"Jadi, peran pemuda di sini harusnya dapat dimaksimalkan dalam mengelola sumber daya kelautan tersebut," ujar Capt. Hakeng.
Capt. Hakeng menegaskan pernyataan Presiden Jokowi juga jelas bahwa Presidensi G20 Indonesia akan mengangkat mengenai pentingnya ekonomi biru, karbon biru, dan juga penanganan sampah laut. [jat]