Jurnalmaritim.id | Wacana Pemerintah membangun pelabuhan dilokasi Tanjung Pinggir di Batam Kepulauan Riau sebagai international transshipment hub sekaligus upaya penataan pelabuhan di Indonesia yang lebih efisien supaya dapat menurunkan biaya logistik, dinilai tidak tepat oleh The National Maritime Institute (NAMARIN).
Direktur NAMARIN, Siswanto Rusdi, menilai rencana Pemerintah Republik Indonesia yang bakal mengembangkan Tanjung Pinggir, di Batam, kurang tepat jika dijadikan sebagai international transshipment hub.
Baca Juga:
Wakil Wali Kota Sibolga Pantau Persiapan Harganas ke-31 di Pelabuhan Lama
Apalagi ingin Apple to Apple dengan Singapura atau pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
“Walaupun langkah tersebut sah-sah saja, namun dibutuhkan beberapa catatan penting terkait pembangunan pelabuhan Tanjung Pinggir. Seperti panjang perairan yang harus bisa sepanjang 7-10 km garis pantai agar bisa menyaingi pelabuhan Singapura,” jelas Siswanto di Jakarta, Rabu (2/2).
Menurut Siswanto untuk catatan pertama, menyamakan Tanjung Pinggir dengan Tanjung Priok sesungguhnya narasi yang kurang tepat.
Baca Juga:
Pemprov Sulbar Tingkatkan Pelabuhan Tanjung Silopo Polman Menjadi Pelabuhan Pengumpul
Tanjung Pinggir itukan bakal dikembangkan sebagai international transshipment hub, sementara Tanjung Priok merupakan domestic transhipment hub.
“Jadi perbandingannya tidak apple-to-apple. Dalam khazanah manajemen pelabuhan Tanjung Priok merupakan gateway,” ujarnya.
Catatan kedua, terkait dengan kondisi fisik Tanjung Pinggir itu sendiri untuk dikembangkan sebagai hub yang kondisinya jauh dari ideal guna dikembangkan seperti yang diinginkan oleh Pemerintah.
“Dari catatan NAMARIN, panjang perairan Tanjung Pinggir paling banter sekitar 1 hingga 1,5 km. Dengan luasan seperti itu, berapa banyak throughput yang bisa dilayani? Saya yakin tidak banyak, paling antara 2-3 juta TEUs,” pungkasnya. [jat]