Untuk ancaman lainnya seperti terhentinya supply listrik untuk pengoperasian KCJB, Dwiyana menekankan kalau ancaman tersebut pun sudah diperhitungkan dengan menyediakan supply dari listrik cadangan di setiap rangkaian kereta yang mampu menyediakan listrik selama maksimum 120 menit sejak aliran listrik utama berhenti.
Dengan daya yang terdapat pada back up supply tersebut, Dwiyana mengatakan daya cadangan itu untuk keperluan telekomunikasi, lampu penerangan hingga ventilasi darurat dll masih dapat dioperasikan. Terlebih, Dwiyana mengaku kalau supply listrik utama untuk keperluan KCJB juga berasal dari transmisi 150kV Jawa dan Bali dan setiap gardu traksi mendapat listrik dari 2 sumber yang berbeda. Pihaknya tidak terlalu khawatir jika aliran listrik terhenti di salah satu transmisi tersebut. Bila satu gardu traksi mati total maka listrik aliran atas 25kV masih dapat dicatu oleh gardu sebelahnya dan kereta masih dapat beroperasi.
Baca Juga:
Proyek Kereta Cepat RI Lancar, Kenapa di Malaysia-Singapura Tersendat?
Terakhir, Dwiyana meyakini kalau konstruksi KCJB juga sudah dirancang agar aman dari ancaman petir. Saat ini ada dua jenis LPS yang dipasang di trase KCJB, yaitu eksternal LPS dan internal EPS. Adapun metode yang diterapkan pada eksternal LPS adalah pemasangan air terminal yang berfungsi untuk menangkap petir dan down conductor grounding system yang mampu mengalirkan arus listrik dari sambaran petir dari atas konstruksi ke tanah dengan baik.
Grounding sytem yang dibangun melalui IES seperti ini yang tidak ditemukan di perkeretaapian lainnya. Sedangkan untuk internal LPS, ia menyebut kalau konstruksi KCJB sudah dilengkapi shielding untuk kebutuhan induksi listrik, arrester untuk konduksi, dan bonding untuk elevasi tegangan. Semua ancaman petir ini telah mempertimbangkan masukan karakteristik petir iklim tropis dari ahli petir Indonesia sehingga desain perlindungan terhadap petir di KCJB jaub lebih baik. (JP)