Berkatnews.id | Demi penyesuaian dengan berbagai kebutuhan dan kondisi, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong agar revisi UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) segera dibahas.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, dari sisi rentang waktu, UU Perlindungan Konsumen sudah berusia 21 tahun. Artinya sudah banyak ketinggalan dengan isu-isu aktual di bidang perlindungan konsumen. Seperti masalah konsumen di era digital dan perlindungan data pribadi.
Baca Juga:
Kritik Pedas YLKI: Kebijakan Harga Tiket Taman Nasional 100-400% Justru Bunuh Minat Wisatawan
Menurut Tulus, revisi UU Perlindungan Konsumen perlu mengatur terkait upaya penguatan kelembagaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Serta perlunya harmanisasi dengan UU sektoral lainnya.
“Itu semua belum diatur dalam UU Perlindungan Konsumen,” kata Tulus kepada wartawan, Minggu (28/8).
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, Pemerintah mengusulkan 4 rancangan undang-undang (RUU) yang saat ini berada dalam daftar tunggu (waiting list) dengan tetap mempertimbangkan kesiapan dan kebutuhannya untuk dimasukkan daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2022 perubahan.
Baca Juga:
Kandungan Pestisida Anggur Shine Muscat Viral, YLKI Tegaskan Pentingnya Pengawasan Ekstra
Salah satu yang diusulkan adalah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Menurut Yasonna, kebutuhan perubahan terhadap UU Perlindungan Konsumen masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2022 sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 85 tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun 2022.
Revisi UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendesak dilakukan di tengah populernya kegiatan transaksi keuangan digital oleh masyarakat.