Di sisi lain, menurutnya inflasi pangan saat ini sangat berdampak pada sebagian besar masyarakat, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar, yang pada akhirnya menggerus persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi.
Ke depan, Josua memperkirakan inflasi berpotensi masih relatif tinggi, apalagi jika pemerintah gagal dalam mengendalikan harga-harga pangan. Hal ini berpotensi menggerus daya beli masyarakat lebih dalam.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
Senada dengan Josua, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan bahwa tekanan inflasi yang semakin terlihat menyebabkan turunnya level optimisme masyarakat.
"Jadi sebetulnya penurunan ini bukan membuat masyarakat menjadi pesimis, namun sama-sama tetap optimis. Tapi memang optimismenya ini tidak setinggi pada Mei 2022," ujar Riefky.
Untuk ke depannya, Riefky melihat masih ada potensi optimisme konsumen dikarenakan adanya resiko inflasi yang menggerus daya beli masyarakat serta adanya pengetatan moneter dari Bank Indonesia (BI).
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
"Kita harapkan tekanan inflasi dari sisi rantai pasok, dari sisi harga energi mulai perlahan-lahan pulih sehingga optimisme konsumen bisa tetap dijaga," tandasnya. [jat]