AnugerahNews.id | Kata sakramen berasal dari bahasa Latin Sacramentum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan yang kudus atau yang ilahi.
Sakramen juga berarti tanda keselamatan Allah yang diberikan kepada Manusia.
Baca Juga:
Kalimantan Selatan Tuan Rumah, Ini Arti dan Makna Logo Resmi HPN 2025
Karena Sakramen sebagai tanda dan sarana keselamatan, maka menerima dan memahami sakramen hendaknya ditempatkan dalam kerangka iman dan didasarkan kepada iman.
Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan. Maka sakramen dalam Gereja Katolik mengandung 2 (dua) unsur hakiki yaitu :
1. Forma artinya kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
2. Materia artinya barang atau tindakan tertentu yang kelihatan.
Perkataan adalah rumusan kata-kata yang digunakan dalam pemberian sakramen;
perbuatan meliputi penuangan air dalam Sakramen Pembaptisan, pengurapan dengan minyak dalam Sakramen Penguatan dan Pengurapan Orang Sakit,
penumpangan tangan dalam Sakramen Tahbisan/Imamat, konsekrasi roti dan anggur dalam Sakramen Ekaristi, pertobatan dalam Sakramen Pengakuan Dosa dan kesepakatan perkawinan dalam Sakramen Perkawinan bagi pasangan yang memilih untuk menikah.
Dalam Gereja Katolik kita mengenal 7 sakramen, yaitu :
1. SAKRAMEN PEMBAPTISAN
Sakramen Pembaptisan (Mat 28:19, Yoh 3:5) adalah sakramen pertama yang kita terima.
Umat beriman Katolik wajib menerima Pembaptisan sebelum menerima sakramen-sakramen yang lain.
Pembaptisan mengampuni dosa asal, semua dosa pribadi, serta mengalirkan rahmat pengudusan ke dalam jiwa (Yeh 36:25-26, Kis 2:38, 22:16, 1Kor 6:11, Gal 3:26-27).
Pembaptisan menganugerahkan jasa-jasa wafat Kristus di salib ke dalam jiwa kita, serta membersihkan kita dari dosa.
Pembaptisan menjadikan kita anak-anak Allah, saudara-saudara Kristus, dan kanisah Roh Kudus. Pembaptisan hanya diterimakan satu kali untuk selamanya namun meninggalkan meterai rohani yang tidak dapat dihapuskan.
2. SAKRAMEN PENGUATAN
(Kis 2: 14-18, 9:17-19, 10:45, 19:5-6, Titus 3:4-8)
Sakramen Penguatan menjadikan kita dewasa secara rohani dan menjadikan kita saksi-saksi Kristus. Penguatan hanya diterimakan satu kali untuk selamanya namun meninggalkan meterai rohani yang tidak dapat dihapuskan.
3. SAKRAMEN EKARISTI
(Yoh 6: 25-71, Mat 26:26-28, 1Kor 11:23-26, Luk 24:30-31)
Sakramen Ekaristi disebut juga Sakramen Maha Kudus atau Komuni Kudus.
Ekaristi bukanlah sekedar lambang belaka, tetapi adalah sungguh Tubuh, Darah, Jiwa dan Keallahan Yesus Kristus.
Dalam mukjizat Perayaan Ekaristi, imam mengkonsekrasikan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus dengan kata-kata penetapan yang diambil dari Kitab Suci: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!”
Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1Kor 11:23-25).
Misa disebut kurban karena Misa menghadirkan secara tak berdarah kurban Kristus yang wafat disalib satu kali untuk selamanya.
Kristus mengatakan: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” (Yoh 6:48-52).
4. SAKRAMEN TOBAT
Sakramen Tobat disebut juga Pengakuan atau Rekonsiliasi (Yoh 20:21-23, Amsal 28:13).
Kristus memberikan kuasa kepada para Rasul untuk mengampuni dosa atas nama-Nya, dan para Rasul meneruskan kuasa tersebut kepada penerus-penerus mereka, yaitu para Uskup dan Imam.
Sakramen Tobat mengampuni dosa-dosa yang dilakukan setelah Baptis.
Ketika mengaku dosa, umat beriman harus mengakui semua dosa-dosa berat yang disadarinya, menurut jenisnya (misalnya perzinahan atau pencurian) serta jumlahnya (misalnya satu kali, beberapa kali, atau sering kali).
Setelah mengakui segala dosa-dosa, umat mendengarkan nasehat-nasehat yang diberikan imam, mengucapkan doa tobat, menerima absolusi (pengampunan Kristus) dari Imam, meninggalkan kamar pengakuan, serta melakukan penitensi (penyesalan)..
Imam diwajibkan dengan ancaman siksa yang sangat berat, supaya berdiam diri secara absolut, untuk tidak mengungkapkan apa pun yang telah ia dengar dalam pengakuan
Rahasia pengakuan ini dinamakan `meterai sakramental’.
Seorang imam lebih suka dipenjarakan atau bahkan mati daripada mengungkapkan dosa-dosa yang diakukan umat kepadanya. (Luk 15, Yeh 33).
5. SAKRAMEN PENGURAPAN ORANG SAKIT
Bantuan Tuhan melalui kekuatan Roh-Nya hendak membawa orang sakit menuju kesembuhan jiwa, tetapi juga menuju kesembuhan badan,
kalau itu sesuai dengan kehendak Allah. Dan “jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Mrk 6:13, Yak 5:14-15).
6. SAKRAMEN TAHBISAN
(Kej 14:18, Ibr 5:5-10, Luk 22:19, Kis 6:6, 14: 23).
Tahbisan memungkinkan para Rasul Kristus dan penerus-penerus mereka untuk menerimakan Sakramen-sakramen.
Ada tiga jenjang Sakramen Tahbisan: diakon, imam, dan uskup. Hanya para imam dan uskup yang boleh menerimakan Sakramen Pengakuan serta mempersembahkan Kurban Misa.
Mengapa kita memanggil para imam dengan sebutan Romo (Bapa)? Para Imam adalah bapa rohani Gereja.
Mereka mempersembahkan hidup mereka bagi Gereja dengan mewartakan Injil dan menganugerahkan pengampunan Tuhan melalui sakramen-sakramen (1Kor 4:14-15, 1Tes 2:8-12).
7. SAKRAMEN PERKAWINAN
(Mrk 10:2-12, Ef 5:22-33)
Sakramen ini, dengan kuasa Allah, mengikat seorang pria dan seorang wanita dalam suatu kehidupan bersama dengan tujuan kesatuan (kasih) dan kesuburan (lahirnya keturunan).
Perkawinan tidak terceraikan, mengikat seumur hidup (1Kor 7:10-11, 39, Mat 19:4-9).
Pembatalan Perkawinan adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh Gereja yang menyatakan bahwa setelah dilakukan suatu penyelidikan yang mendalam oleh pengadilan gereja yang berwenang, unsur-unsur yang diperlukan untuk suatu perkawinan yang sah tidak ada pada saat perkawinan,
dan oleh karena itu suatu perkawinan yang sah tidak pernah terjadi.
Pembatalan perkawinan bukanlah suatu perceraian “Katolik” dan sama sekali tidak mempengaruhi hak anak-anak dari perkawinan tersebut.(jef)
Sumber: www.imankatolik.or.id/