Akhlak.id | Hukum saling memberi dan menerima hadiah dari orang kafir
Saling memberi dan menerima hadiah dari orang kafir hukum asalnya boleh. Tindakan itu bahkan bisa menjadi sarana dakwah kepada non muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah memberi dan menerima hadiah dari orang kafir.
Baca Juga:
Ramai! Ratusan Ribu Kendaraan Keluar dari Jakarta saat Natal
Di antara riwayat yang menyebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberi hadiah orang kafir adalah kisah sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah diminta apa saja yang beliau miliki melainkan beliau akan berikan.”
Anas melanjutkan cerita, “Pernah seorang datang meminta kepada beliau, lalu beliau berikan seluruh kambing beliau yang berada di antara dua gunung. Saat orang itu kembali ke kaumnya, dia berseru, “Hai rakyatku, ayo masuk Islam. Karena sesungguhnya Muhammad telah memberi pemberian yang beliau tidak takut miskin.” (HR. Muslim no. 2312)
Baca Juga:
Dari 4 Gerbang Tol, Tercatat Ratusan Ribu Kendaraan Keluar dari Jakarta saat Natal
Kemudian riwayat yang menceritakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dari orang kafir adalah riwayat dari Abu Humaid radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan,
“Raja negeri Ailah menghadiahkan seekor keledai putih kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi beliau pakaian burdah (pakaian yang berfungsi juga sebagai selimut) dan beliau menulis surat untuknya di negeri mereka.” (HR. Bukhari no. 1387)
Juga riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah daging kambing yang dicampuri racun dari seorang wanita bergama Yahudi.
Bagaimana jika bertepatan dengan momen hari raya orang kafir?
Yang menjadi masalah adalah bagaimana jika hadiah kepada kita tersebut bertepatan momen hari raya natal atau hari raya orang kafir lainnya?
Jawabannya adalah boleh, silahkan diterima. Asalkan jangan memakan hadiah yang berupa daging sembelihan. Karena bisa dipastikan mereka menyembelih hewan itu bukan atas nama Allah, tetapi atas nama sesembahan mereka.
Alasannya adalah:
Pertama, menerima hadiah dari orang kafir, meskipun hadiah itu atas nama hari raya meraka, adalah bagian dari berbuat baik (al-Birru) kepada mereka, yang disinggung di dalam firman Allah Ta’ala,
“Allah tiada melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Menerima hadiah dari mereka, tentu adalah tindakan muamalah yang baik kepada mereka. Bisa membuka hati mereka menerima Islam.
Kedua, disebut di dalam sebuah riwayat bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah menerima hadiah orang Majusi bertepatan dengan hari Nairuz (hari raya mereka). (Riwayat ini dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah)
Ketiga, riwayat Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau pernah ditanya oleh seorang wanita,
“Kami memiliki beberapa wanita yang menyusui anak-anak kami, mereka beragama Majusi. Sebentar lagi mereka merayakan hari raya, dan akan memberi hadiah kepada kami.”
Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab,
“Hadiah berupa daging sembelihan, jangan dimakan. Makanlah hadiah yang menempel di pohon (simbol hari raya) mereka.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah)
Para sahabat dan juga para ulama berfatwa boleh menerima hadiah orang kafir di hari raya mereka, karena memang dalam hal itu tidak ada nilai mendukung atau ikut serta perayaan mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah setelah menukil sejumlah riwayat di atas menerangkan,
“Riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa hari raya orang kafir tidak menjadi pengaruh larangan menerima hadiah dari mereka. Hukum menerima hadiah saat hari raya mereka atau hari biasa, sama bolehnya. Karena menerima hadiah tidak ada unsur menolong kemungkaran atau syiar mereka.” (Iqtidho’ As-Sirot Al-Mustaqim, hal. 544-545)
Berbeda dengan hukum memberi hadiah kepada orang kafir di saat momen hari raya mereka, nah ini yang dihukumi haram. Karena hal tersebut mengandung unsur dukungan kepada kekufuran atau kesyirikan yang mereka lakukan. Terlebih bila hadiah itu dapat membantu mereka merayakan hari raya mereka, maka lebih diharamkan lagi. [jat]