UMKM.WahanaNews.co | Industri kerajinan tangan masih bergeliat bagi masyarakat perbatasan di Kalimantan Barat. Salah satunya kerajinan bidai atau anyaman rotan yang digunakan untuk alas dan ternyata bisa menghasilkan cuan puluhan juta.
Sentra Industri Kecil Bidai Hasta Karya di Jagoi Babang, Bengkayang misalnya merupakan satu dari sekian banyaknya warga perseorangan maupun komunitas yang bergerak di usaha tersebut. Pemiliknya, Roslinda mengaku sering 'kewalahan' menerima pesanan bidai.
Baca Juga:
Penenun Songket Sambas Manfaatkan KUR Bank Kalbar Syariah untuk Kembangkan Usaha Wastara
"Ini pesanan semua, kadang kurang. Kemarin ada yang datang 'beli ini dulu lah, nanti diganti', ini punya orang udah pesan. Orang minta 5, kita nyukupkan," ujar Roslinda belum lama ini.
Roslinda menjelaskan dalam sebulan, Sentra Industri Kecil Bidai Hasta Karya yang memiliki 6 pegawai bisa menghasilkan 24 bidai. Adapun setiap bidai dihargai Rp 950 ribu hingga Rp 1 juta lebih. Harga tersebut tergantung dari motif yang dibuat hingga ukuran alas.
"Kalau ada bahannya bisa lebih, dan tergantung (jumlah) karyawannya kalau lebih bisa, pernah (sebulan) 30 bidai bisa dibuat. Penghasilan bisa Rp 20 jutaan yah omzetnya (per bulan), yah bisa segitu," ujarnya.
Baca Juga:
Pemerintah Kalsel dan BLU PIP Tandatangani Kerja Sama Pembiayaan Ultra Mikro
Bidai, kata Roslinda, lebih banyak digunakan sebagai alas tikar masyarakat, tapi bisa juga digunakan sebagai plafon. Bidai disebutnya bisa tahan dan awet hingga 5-10 tahun dibanding tikar biasa karena terbuat dari rotan khas Kalimantan.
Ia juga menjelaskan bahwa kerajinan bidai ini, bersama anyaman rotan lainnya, merupakan sudah turun temurun dilakukan masyarakat Jagoi Babang. Bahkan menjadi salah satu sumber penghasilan bagi para pengrajinnya, baik menjual perseorangan maupun dalam bentuk koperasi.
Sebelumnya, bidai dari Sentra Industri Kecil Bidai Hasta Karya lebih banyak dikirim dan dijual ke Pasar Serikin, Serawak, Malaysia.
Hal itu karena jarak yang lebih dekat kurang lebih 1 jam dibanding dengan pusat kabupaten maupun pusat provinsi yang ada di Pontianak.
Namun sejak pos lintas batas (PLB) ditutup akibat kebijakan pembatasan karena COVID-19 sekaligus sedang pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Jagoi Babang, Sentra Industri Kecil Bidai Hasta Karya lebih memilih untuk memenuhi pasar domestik.
"Sementara sekarang nih (PLB-nya kan ke) Malaysia ditutup, cuma sekitar sini. Bengkayang, Pontianak, Sintang, Kapuas, Jakarta pernah. Dijual Online (juga) lewat WA, dari teman ke teman. Karena permintaan di daerah kita masih banyak, jadi kita di sini dulu," ujar Roslinda.
Lebih lanjut Roslinda menjelaskan dalam mengembangkan usaha yang didirikannya sejak 2001 itu, ia memanfaatkan pinjaman dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BRI. Ia pernah dua kali memanfaatkan KUR Bank BRI sebagai modal dalam mengembangkan usahanya.
"Ini kan modal besar beli-beli rotan, banyak permintaan, jadi harus kita nyiapkan barang juga kan modalnya. Jadi minjam ke BRI untuk nambah modal, minjam Rp 50 juta," ujarnya.
"Sebelumnya udah 2 kali (ngambil KUR Bank BRI), (pertama) Rp 20 juta itu, (kedua) Rp 40 juta. Jadi 3 kali total minjam KUR, buat modal bikin bidai semua," imbuhnya.
Roslinda pun bersyukur karena dengan KUR Bank BRI mendapatkan modal untuk dapat terus mengembangkan usahanya. Ia berharap ke depannya dapat dipermudah lagi saat hendak mengajukan KUR kembali.[zbr]