UMKM.WahanaNews.co | Di tengah mulai bangkitnya bisnis ritel, kebijakan pemerintah yang mendorong kemitraan peritel dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dinilai membawa dampak positif.
Kolaborasi tersebut diharapkan berimbas tidak hanya tumbuh pada dunia usaha tetapi juga menciptakan pemerataan. Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan dorongan kemitraan tersebut tentunya juga harus memberikan insentif kepada peritel.
Baca Juga:
Jawa Terpukul! Lebih dari Separuh Penduduk Miskin RI Ada di Pulau Ini
“Jadi tidak hanya disuruh yang melakukan kemitraan tapi dipancing agar kerja sama atau bermitra. Ya harus ada insentif, misalnya kemudahan perizinannya atau insentif fiskal atau apa pun lah,” kata Heri saat dihubungi, Rabu (19/5/2022).
Amanah kemitraan tersebut tercantum dalam Permendag Nomor 1 Tahun 2022.
Dalam beleid itu, memberikan opsi lain kepada pelaku usaha yang telah mencapai batasan jumlah gerai yang dikelola atau dimiliki sendiri dengan penambahan gerai lebih lanjut melalui usaha patungan (joint venture), atau bagi hasil dengan UMKM apabila penambahan gerainya tidak bisa dilakukan melalui pola waralaba.
Baca Juga:
Bukan Pulau Jawa, Salah Satu Pulau Terpadat di Dunia Ada di Indonesia
Aturan itu merevisi Permendag Nomor 23 Tahun 2021, yang menyebut peritel hanya diizinkan memiliki maksimal 150 gerai milik sendiri. Sementara itu, setiap gerai tambahan setelahnya harus diwaralabakan.
Heri berharap dengan adanya kemitraan akan ada keterkaitan yang kuat antara pelaku usaha besar dan kecil, maka akan terjadi kolaborasi yang saling menguntungkan.
“Jadi ada pembinaan kan disitu. Pembinaan dalam produksinya, kualitasnya keberlanjutan, standarisasinya. Biasanya UMKM tidak terstandar, berubah-ubah, kadang bagus, kadang enggak, kadang gede, kadang kecil,” ungkap Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef tersebut.
Dengan adanya kemitraan, lanjut Heri, UMKM dilatih untuk menghasilkan produk yang makin berkualitas. Alhasil, bisa lebih mudah diserap oleh sektor usaha besar.
“Kemudian dari suplai bahan baku bisa dibantu oleh kemitraan lainnya. Antar bahan baku di hulu, di tengah sampai hilir itu saling terkait jadi sama sama tumbuh.”
Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kemendag Nina Mora mengatakan situasi bisnis ritel dapat dilihat dari kinerja penjualan eceran. Menurut data dari Bank Indonesia, kinerja penjualan eceran April 2022 diperkirakan meningkat secara bulanan.
Menurutnya, hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) April 2022 yang tercatat sebesar 219,3, atau secara bulanan tumbuh 6,8 persen.
“Peningkatan terjadi pada sebagian besar kelompok, sejalan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat pada bulan Ramadan dan menjelang HBKN Idulfitri,” ujar Nina Mora, Rabu (18/5/2022).
Pada periode Maret 2022, kata Nina, hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) mengindikasikan kinerja penjualan eceran meningkat. Hal tersebut tercermin dari IPR Maret 2022 sebesar 205,3, atau tumbuh sebesar 2,6 persen (mtm), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar -4,5 persen (mtm).
“Penjualan eceran pada hampir seluruh kelompok tercatat meningkat, terutama Kelompok suku cadang dan aksesori, Perlengkapan rumah tangga lainnya serta subkelompok sandang,” tutur Nina.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansyah juga membenarkan bahwa bisnis ritel kembali bergeliat sejak Ramadan dan Lebaran.
“Sudah mulai naik. Hanya, untuk restoran yang memang perlu kehadiran tidak bisa take away. Untuk fesyen, aksesoris, baru di 60-70 persen [pulih], belum balik. Beberapa supermarket juga yang belum bisa Online itu masih di 80 persen, terutama super market kelas menengah atas belum sampai pulih seperti 2019,” ujarnya, Rabu (18/5/2022).
Kata dia, untuk ekspansi pun akan terus digalakkan seiring dilonggarkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
“Kita akan ekspansi ke luar mal seperti commercial area, pelabuhan, bandara, yang sifatnya banyak trafik lewat,” ujarnya.
Adapun mengenai ketentuan kemitraan dengan UMKM, Budiharjo masih merasa hal itu memberatkan ekspansi peritel, khususnya ritel format besar seperti pasar swalayan (supermarket), toserba (departement store).
“Ya itu juga repot,” kata dia tanpa merinci lebih lanjut.
Di sisi lain, General Manager of Corporate Affairs & Sustainability PT Lion Super Indo, Yuvlinda Susanta mengatakan pihaknya saat ini justru sangat mendukung kemitraan dengan pelaku UMKM.
Menurutnya, semua gerai Superindo yang berjumlah 200 lebih yang ada di Pulau Jawa dan Sumatera, telah menjalin kerja sama dengan UMKM. Super Indo pun, lanjut dia, tetap mengawal dan membina UMKM yang bermitra dengan pihaknya dengan berbagai pelatihan.
“Oleh sebab itu, selain sertifikasi nasional, kami mendorong mitra pemasok UMKM untuk mengikuti pelatihan dan sertifikasi guna meningkatkan keamanan pangan dan standar etika rantai pasok berstandar global yaitu melalui sertifikasi BRCGS [British Retail Consortium Global Standard (BRCGS],” tuturnya, Rabu (18/5/2022).[zbr]