UMKM.WahanaNews.co | BRI mempertegas posisinya sebagai bank yang fokus pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui ekosistem digital.
Hal itu seiring dengan fokus utama pemerintah dalam pemberdayaan usaha ultra mikro dan UMKM. Sektor ini memiliki peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional. Pemerintah menargetkan rasio kredit ke UMKM sebesar 30 persen pada 2024, maka dibentuk pula holing ultramikro (Umi) agar dapat memberikan pembiayaan murah dan cepat kepada pelaku UMKM.
Baca Juga:
Realisasi Penyaluran KUR Sultra Capai Rp3,27 Triliun per Oktober 2024
Digitalisasi UMi dan mikro pun menjadi landasan utama untuk mencapai pemberdayaan ini. Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan, transformasi digital merupakan upaya menjawab kebutuhan masyarakat atas layanan keuangan yang mudah, terjangkau, dan terintegrasi.
Pendampingan pelaku UKM secara Online dilakukan BRI melalui platform digital Bisnis to customer (B2C) yang menghubungkan pelaku usaha UKM dengan para pembeli secara langsung melalui aplikasi jual-beli komoditas secara daring.
“Platform ini juga memberi kemudahan berupa dana talangan kekurangan modal. Tidak ada bunga dan jaminan,” kata Supari dalam keterangannya dikutip Selasa (12/4/2022).
Baca Juga:
Jejak Sejarah: 10 Perusahaan Tertua di Indonesia yang Lahir Sebelum Kemerdekaan
Aplikasi yang dibangun pada akhir 2020 itu menjadi embrio menuju UMKM naik kelas. Supari berharap melalui aplikasi PARI masyarakat semakin sejahtera dan usaha yang dikelola semakin maju.
“Platform daring tersebut adalah embrio untuk membentuk blockchain UMK, tinggal diberi tracking, logistik, dan pencatatan. Terbesar di wilayah Lampung, Kendal, Medan,” sebutnya.
Menurut Supari, sebagai bentuk mendukung UMKM, pihaknya membangun dan mengembangkan outlet pemberdayaan pelaku UMKM yang nantinya secara Offline dapat dimanfaatkan sebagai sarana penjualan produk mereka.
Outlet tersebut menjual produk dari berbagai pelaku UMKM binaan BRI dari dari seluruh Indonesia. Produk usaha yang dijual platform ini cukup beragam, dimulai dari buah, sayur, frozen food, makanan dan minuman siap santap, hingga makanan ringan/cemilan-cemilan khas daerah.
Dia mengatakan, selama ini produk klaster masih terbatas di wilayah sekitaran kelompok usaha. Media pemasaran produk juga masih terbilang tradisional sehingga produk menjadi kurang dikenal oleh masyarakat luas. Adapun pembentukannya, akan sangat membantu para pelaku usaha di sektor tersebut.
Supari optimistis kultur tenaga pemasar BRI dapat menjadi lebih kuat, khususnya mantri sebagai advisor pelaku UMKM. Supari menyatakan, BRI mempunyai format efisiensi karena pelaku UMKM bisa melakukan asesmen kebutuhan mereka untuk naik kelas seperti apa.
Dengan 23 juta data terintegrasi, pihaknya bisa melakukan profiling data agar UMKM lebih berdaya saing. Supari menyebutkan, pihaknya juga telah mengintegrasikan data UMi tersebut dengan lembaga terkait, di antaranya terhubung dengan Kementerian Investasi terkait digitalisasi, mendapat perizinan dan sertifikasi halal.
BRI telah memiliki format pemberdayaan yang berupa modul lengkap pemberdayaan on site maupun digital.
"Pemberdayaan on site bisa kami lakukan dengan Rumah BUMN, kemudian dengan Kemenkop UKM, dan beberapa asosiasi dan pihak-pihak universitas," kata Supari.
Dia mengatakan, BRI melakukan beberapa upaya konkret dalam pemberdayaan UMKM.
Pertama, pemberdayaan bisnis berbasis klaster, terdapat 11.000 klaster UMKM. Para pelaku UMKM ini sudah menjadi ikon unggulan beberapa desa.
Kedua, terdapat Pasar.id yang merupakan terobosan kepada para pedagang yang tidak bisa berjualan semasa pandemi.
Ketiga, ekosistem komoditas yang perlu efisiensikan. Menurut Supari, sudah ada 6.580 pasar yang tergabung Pasar.id, ini platform yang dikelola pedagang pasar, sangat sarat dengan kearifan lokal.
Sementara itu Direktur Utama BRI, Sunarso menyebutkan, prospek pertumbuhan bisnis UMi di Indonesia cukup besar. Berdasarkan hasil survei pada 2018, menyebutkan bahwa ada 45 juta nasabah ultra mikro di Indonesia yang membutuhkan pendanaan.
Akan tetapi, dari jumlah tersebut baru ada 15 juta nasabah yang sudah terlayani lembaga pembiayaan formal seperti bank, Pegadaian, PNM, BPR, dan tekfin.
Menurut Sunarso, potensi tersebut yang akan disasar holding UMi sudah tentu prioritas pertama yang 18 juta pengusaha belum tersentuh layanan keuangan.
Kemudian selanjutnya yang BRI sasar adalah kelompok yang selama ini sudah dilayani rentenir, keluarga, dan sudah dapat pembiayaan tapi butuh tambahan. Sepanjang 2021, kredit yang disalurkan BRI kepada pelaku usaha ultra mikro telah mencapai Rp 202,12 triliun atau setara 19,39 persen total kredit yang diberikan BRI sepanjang tahun ini.
Jumlah tersebut bagi pelaku usaha UMi disalurkan kepada nasabah yang mendapat layanan dari tiga entitas pada Holding Ultra Mikro yaitu BRI, PNM, dan Pegadaian. Secara makro, kesuksesan di level mikro itu mampu berkontribusi dalam mendukung perekonomian nasional, hal ini menjadi bukti bagaimana BRI dengan holdingnya yang fokus pada ultra mikro mampu terus berkinerja secara positif dan sehat dalam mendukung UMKM.
Dia menyatakan, pembentukan ultra mikro ini menegaskan peran BRI menjadi katalisator bagi ekonomi rakyat.
“BRI membuktikan mampu mencatatkan kinerja bisnis perusahaan yang baik, pelayanan publik yang maksimal, sekaligus menjadi motor dalam mendorong tumbuhnya UMKM," demikian Sunarso.[zbr]