UMKM.WahanaNews.co | Pelaku UMKM di Indonesia yang melakukan digitalisasi terhadap bisnisnya ternyata masih sangat rendah. Padahal digitalisasi di era saat ini menjadi sangat penting untuk kemajuan bisnis.
Riset dari Boston Consulting Group, Blibli, dan Kompas yang berjudul 'Menciptakan Pertumbuhan Inklusif melalui Digitalisasi UMKM di Indonesia' menyebutkan bahwa hanya 20% dari jumlah total UMKM di Indonesia yang sudah melek digital dan menggunakan platform e-commerce untuk mengembangkan usahanya. Angka ini relatif rendah lantaran masih banyak UMKM yang belum terdigitalisasi.
Baca Juga:
Kredit UMKM Tanpa Jaminan dan Bunga di Kukar Jadi Rujukan Daerah
Guna meningkatkan jumlah UMKM yang terkoneksi dengan platform e-commerce, Blibli mengedukasi dan mendampingi UMKM agar bisa meningkatkan skala bisnis dan daya saing dengan melakukan transformasi digital.
CEO & Co-Founder Blibli, Kusumo Martanto mengatakan literasi digital UMKM berpotensi meningkat di masa mendatang seiring dengan semaraknya penggiat UMKM melakukan transformasi digital di masa pandemi Covid-19 ini.
"Ini menjadi tantangan bersama untuk meningkatkan literasi digital bukan hanya bagi UMKM atau entreprenuer yang baru akan memulai usahanya, namun juga untuk meningkatkan kapabilitas mereka yang sudah merasakan manfaat digitalisasi," ujar Kusumo dikutip Kamis (15/9/2022).
Baca Juga:
Gawat! Korban PHK di Indonesia Tembus 64 Ribu, 3 Sektor Utama Paling Terdampak
UMKM yang mempraktikkan digitalisasi telah menunjukkan praktik terbaik (best practices) dalam meningkatkan skala bisnis dan jangkauan pemasaran ke berbagai wilayah hingga luar negeri.
Kusumo mencontohkan Bakmi Sundoro, produsen Mie Godhog Jogja, sebagai salah satu UMKM yang melakukan transformasi digital ke dalam platform e-commerce Blibli pada masa pandemi ini.
"Awalnya, Bakmi Sundoro merupakan bisnis konvensional, mereka mengubah haluan bisnisnya di masa pandemi ini memasarkan produknya ini melalui platform Online dan terbukti bisnisnya tidak hanya berkembang di Indonesia karena mereka bisa mengirim produknya ke mancanegara, seperti Singapura dan Korea Selatan," tutur Kusumo menjabarkan.
Bintari Saptanti, pendiri Bakmi Sindoro, seperti disampaikan Kusumo, menyebutkan dampak positif dari integrasi ekosistem digital UMKM dengan e-commerce itu memperluas jangkauan pemasaran yang berefek terhadap penjualan.
Hal ini selaras dengan riset Boston Consulting Group yang menjabarkan digitalisasi UMKM itu berefek domino terhadap berbagai aspek, semisal efisiensi biaya operasional, memperluas jangkauan pemasaran dan meningkatkan pendapatan.
Managing Director & Partner Boston Consulting Group, Haikal Siregar mengatakan digitalisasi UMKM itu berdampak terhadap efisiensi dan meningkatkan daya saing UMKM dan meningkatkan penjualan sebanyak 1 kali lipat hingga 2 kali lipat dibandingkan UMKM konvensional.
"Faktor penyebabnya karena jangkauan pemasaran UMKM Online itu memiliki jangkauan yang lebih luas. Bahkan, aksesnya bisa menjangkau ke pasar internasional sehingga pendapatan mereka bisa naik 2 kali lipat dibandingkan dengan UMKM offline.
Dampak lainnya dari UMKM Online adalah potensi menyerap tenaga kerja sebanyak 1,3 kali lipat," ucap Haikal.
UMKM yang go digital, berdasarkan kajian Boston Consulting Group, memicu dampak langsung dan tidak langsung.
"Contoh direct impact adalah penjualan toko makanan naik 1 kali lipat. Sedangkan, contoh indirect impact toko roti mencari bahan baku untuk produksi di UMKM juga," imbuh Haikal.
Lebih lanjut, Haikal menyebutkan nilai transaksi UMKM di Tiongkok dan Jepang yang terkoneksi platform digital itu masing-masing naik menjadi 78% dari sebelumnya 48% dan 84% dari 54%.
Peningkatan itu, menurut Haikal, merupakan hasil dari inisiatif pemerintah di kedua negara itu dengan membangun infrastruktur teknologi dan informasi, subsidi, mengimplementasikan peta jalan digitalisasi serta memacu UMKM untuk mengadopsi teknologi termutakhir.
Di 2024, nilai ekonomi UMKM yang go digital di Tiongkok itu berpotensi mencapai US$ 900 miliar dan Jepang US$300 miliar.[zbr]