WahanaNews-Tani | Soal nasib platform pinjaman online (pinjol) milik Tanihub, Tanifund, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara.
Diketahui, platform ini sudah berbulan-bulan membukukan kredit macet yang tinggi.
Baca Juga:
Tips Cara Cek KTP Dipakai untuk Pinjol atau Tidak
Perusahaan peer-to-peer lending itu disebut sudah menyerah dan tidak bisa melakukan apapun. Sejak beberapa waktu lalu, tingkat kredit macet Tanifund selalu tinggi. Bahkan rata-rata TKB90nya mencapai 30%.
Sebelumnya, OJK pernah mengumumkan 24 perusahaan pinjaman online (pinjol) dengan tingkat kredit macet lebih dari 5%. Lembaga tersebut meminta semua perusahaan untuk menurunkan Tingkat Wanprestasi Pengembalian Pinjaman (TWP) dalam platformnya.
"Tanifund sudah angkat tangan. Mereka sudah tidak melaksanakan action plan apapun dan melakukan apapun," kata Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono di Jakarta, dikutip Sabtu (10/6/2023) melansir CNBC Indonesia.
Baca Juga:
Rontoknya Raksasa Fintech, Investree Hadapi Likuidasi Usai Pencabutan Izin OJK
Triyono menjelaskan pihaknya melakukan pengawasan berdasarkan pelaporan. Saat ada pinjol yang melewati batas normal maka akan dipanggil oleh OJK.
"Mereka harus buat action plan, kita sepakati bersama. Mereka komit melakukan tindakan," ujarnya.
OJK akan melakukan pemantauan jika rencana yang disusun tidak tercapai. Saat itu, perusahaan akan diberikan surat peringatan 1 dan 2 dari OJK.
"Begitu tidak mencapai lagi kita akan melakukan pembekuan usaha," kata Triyono.
Perusahaan akan diminta membuat komitmen hingga perizinan OJK-nya dicabut. Tahapan terakhir adalah saat perusahaan tidak bisa melakukan apapun lagi.
"Buat komitmen baru sampai cabut. Kalau enggak bisa lagi kayak Tanifund itu mungkin sudah bicara akhirnya seperti apa," cetusnya.
Dalam pernyataan beberapa waktu lalu, Direktur Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta mengatakan, Tanifund memiliki masalah kredit macet di Tanifund cukup komplek. Yakni bukan hanya dari manajemen, namun juga soal peminjam.
"Tapi ada dampak borrower nya sendiri yang pada saat memperoleh pinjaman, karena dia di sektor pertanian bisa jadi tingkat keberhasilan panennya tidak sesuai ekspektasi," ujarnya.
"Jadi tidak bisa dikatakan ini hanya borrower nya, ini hanya manajemennya, tapi ini impact dari 2 hal, ya borrowernya tidak sesuai ekspektasi tingkat panennya, manajemen risiko juga kurang bagus," pungkas Tris.
[Redaktur: Alpredo]