Wahana-Tani, Klaten - Dengan memanfaatkan daun-daun kering yang banyak ditemukan di sekitar sekolah, ratusan siswa SMPN 1 Jogonalan, Klaten, menggali kreativitas untuk membuat pupuk organik.
Para siswa itu membikin pupuk dengan membentuk kelompok-kelompok. Mereka mengumpulkan sampah organik berupa daun kering yang kemudian dicacah. Daun kering yang dicacah kemudian disusun menggunakan tanah serta diberi EM4 dan air gula.
Baca Juga:
Pangkas 145 Regulasi, Kebijakan Distribusi Pupuk Langsung Ke Petani Dinilai Tepat
EM4 merupakan campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Tempat untuk membuat pupuk organik itu beragam. Ada yang menggunakan galon bekas maupun kaleng cat bekas.
Salah satu siswa SMPN 1 Jogonalan, Klaten, Nuriza, 14, mengatakan pembuatan kompos pupuk dari daun kering itu menjadi pengalaman pertamanya. Ia dan kelompoknya menyiapkan daun kering kemudian bahan lain seperti tanah, air cairan EM4, dan gula.
Kemudian disiapkan tempat untuk membuat kompos. Daun kering ditumpuk tanah kemudian diberi EM4 dan cairan gula. “EM4 kan bakteri dan sebagai makanannya dari gula. Tujuannya untuk mengurai sampah-sampah daun kering. Kemudian ditumpuk daun kering dan tanah lagi. Wadahnya pakai galon bekas,” kata siswa kelas IX E itu, melansir Solopos.com, Kamis (21/9/2023).
Baca Juga:
Mendagri Apresiasi Perjuangan Mentan Amran Tambah Alokasi Pupuk
Nuriza mengatakan praktik yang baru kali pertama dia lakukan itu sangat bermanfaat. Selain membuat lingkungan bersih, kompos yang dibuat bisa berfungsi untuk menyuburkan tanah.
Siswa lain SMPN 1 Jononalan, Klaten, lainnya, Rio, 15, mengatakan mengolah sampah daun kering menjadi pupuk organik bermanfaat untuk menyuburkan tanah.
Pengelolaan sampah daun kering menjadi pupuk kompos dinilai lebih bermanfaat ketimbang dibakar yang justru menimbulkan asap dan mencemari udara. “Lebih baik dibuat menjadi kompos berguna untuk lingkungan juga,” jelas siswa kelas IX F.
Menggali Nalar Kritis dan Gotong-Royong
Kepala SMPN 1 Jogonalan, Klaten, Endah Sulistyowati, mengatakan kegiatan itu dilakukan seluruh siswa dari kelas VII, VIII, dan IX sebanyak 900 siswa. Ratusan siswa itu membentuk kelompok-kelompok untuk memproduksi pupuk organik.
Mereka dibebaskan untuk memanfaatkan wadah yang akan digunakan sebagai tempat memproduksi pupuk organik. Soal bahan baku, siswa juga dibebaskan menggunakan daun kering yang ada di lingkungan rumah masing-masing maupun daun kering di sekolah.
“Target akhirnya anak-anak bisa mengelola sampah di lingkungan rumah masing-masing. Mereka mendesain sendiri cara mengelola sampah menjadi pupuk organik,” kata Endah.
“Dari situ mereka mendesain ide, menggali nalar kritis, gotong-royong, dan lain-lain. Nantinya yang dinilai komposnya jadi atau tidak. Kalau tidak jadi, nanti dievaluasi bersama-sama,” ujarnya.
Endah mengatakan kegiatan itu menjadi bagian dari proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) yang menjadi bagian dari implementasi kurikulum merdeka.
“Ada dua tema besar dalam kegiatan ini yang pertama terkait bangun jiwa raga dengan memotret tentang perundungan, LGBT, dan lain-lain,” kata Endah.
Kemudian, lanjut Endah, mulai Senin ada penguatan tentang P5 terkait tema gaya hidup berkelanjutan dalam bijak mengelola sampah. SMPN 1 Jogonalan, Klaten, merupakan sekolah Adiwiyata.
Endah mengatakan selama ini kegiatan pengelolaan sampah dilakukan siswa yang tergabung dalam ekstrakurikuler Adiwiyata. Melalui kegiatan penguatan P5, dia berharap pengelolaan sampah bisa dilakukan seluruh warga sekolah dengan terus menerapkan zero waste.
“Selama ini sudah dilakukan pembiasaan di sekolah seperti di kelas sampah sudah terpilah serta pengelolaan sampah organik maupun nonorganik,” kata dia.
[Redaktur: Alpredo Gultom]