WahanaNews-Tani | Pemerintah masih memiliki utang kepada pihaknya sebesar Rp17,07 triliun untuk pengadaan pupuk subsidi. Hal itu dikatakan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Achmad Bakir Pasaman.
Utang tersebut terbagi untuk dua periode yaitu utang di 2020 yang telah diaudit sebesar Rp430 miliar dan utang di 2022 yang belum diaudit sebesar Rp16,6 triliun.
Baca Juga:
HUT Pupuk Indonesia ke-12, Tanam 8.000 Bibit Pohon di 7 Lokasi
"Sedangkan piutang audited 2021 telah dibayarkan seluruhnya," kata Achmad dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Senin (3/4) mengutip CNNIndonesia.
Dalam paparannya, Achmad merinci tagihan piutang kepada pemerintah itu berasal dari lima anak perusahaan yaitu, PT Petrokimia Gresik sebesar Rp13,8 triliun, PT Pupuk Kujang Cikampek Rp870 miliar, dan PT Pupuk Kalimantan Timur Rp562,9 miliar.
Kemudian, PT Pupuk Iskandar Muda Rp248 miliar, dan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang Rp1,5 triliun.
Baca Juga:
UMKM Binaan Pupuk Indonesia Berpotensi Merambah Pasar Global
Dalam kesempatan itu, Achmad juga mengatakan PT Pupuk Indonesia memiliki pabrik dengan kapasitas produksi pupuk sebesar 12,7 juta ton setiap tahun.
Dari produksi 12,7 juta ton itu dialokasikan 7,9 juta ton untuk memenuhi kebutuhan pupuk subsidi dan 2,5 juta ton untuk pupuk non subsidi.
Adapun stok pupuk subsidi yang terdiri dari pupuk urea dan NPK per 31 Maret 2023 sebanyak 1.0005.388 ton atau 257 persen dari stok minimal yang ditentukan sebanyak 251.255 ton.
Stok pupuk subsidi itu terbagi di tiga lini. Lini pertama berada di gudang pabrik produsen sebanyak 91.284 ribu ton dan lini kedua berada di gudang penyangga level provinsi 267.151 ton, dan lini ketiga berada di gudang penyangga level kabupaten atau kota sebanyak 646.953 ton.
"Dalam memproduksi pupuk, kualitas pupuk yang dihasilkan antara pupuk urea subsidi dan urea non subsidi memiliki kandungan hara yang sama. Namun yang membedakan adalah warna butiran yang urea subsidi warna merah muda dan urea non subsidi berwarna putih," kata Achmad. [tum/alp]