WahanaTani.com | Peternak ayam pedaging di Bali mengeluhkan harga pakan yang terus meningkat dan menyebabkan sebagian besar peternak mandiri gulung tikar.
"Kenaikan harga pakan berimbas pada kenaikan harga bibit ayam yang juga semakin memberatkan peternak, terlebih lagi saat ini daya beli masyarakat rendah akibat Pandemi COVID-19," kata Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Bali, I Ketut Yahya, Kamis, (23/9/2021).
Baca Juga:
Indonesia dan Uruguay Sepakat Tingkatkan Kualitas Daging dan Susu Ternak Nasional
Ia mengatakan, meski harga ayam hidup Rp 22.500 per kilogram atau berada di atas Harga Pokok Produksi (HPP) senilai Rp 21.500. Namun saat ini peternak mandiri di Bali sangat sedikit dan lebih banyak peternak yang bekerjasama dengan pabrik pakan ayam.
Baca Juga:
Kalsel Diharapkan Mampu Dukung Ketersediaan Pangan sebagai Penyangga IKN
"Peternak mandiri sudah rugi banyak, terakhir karena PPKM Darurat harga kembali turun hingga Rp 10.000 di kandang. Kondisi ini menyebabkan kami tidak balik modal," tambahnya.
Menurutnya, peternak yang masih bisa bertahan di Bali yakni yang memiliki modal besar. Dari 35 peternak ayam besar dengan populasi diatas 50.000 - 400.00 ekor, yang masih bisa bertahan hanya sekitar 15 peternak.[gab]
"Adapun yang masih bertahan hanya memiliki 20% dari total kapasitas produksi, karena sudah tidak mampu menambah kapasitas lainnya," tambahnya.
Kenaikan harga pakan ayam, sambungnya, disebabkan karena kenaikan harga bahan pokok pakan seperti jagung. Peningkatan ini akan berimbas pada harga daging yang berada di atas Rp 40.000 per kilohgram.
Sedangkan, konsumen hanya dominan membeli daging seperempat hingga setengah kilogram. "Kami harap agar segera ada solusi terkait masalah ini, kami peternak sudah menangis darah dengan kondisi ini," ungkapnya.