WahanaNews-Tani | Puluhan petani di Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, mulai merasakan dampak musim kemarau dan cuaca panas ekstrem.
Imbasnya, sekitar 80 hektare (ha) lahan pertanian mengalami kekeringan dan petani terancam gagal panen. Berdasarkan pantauan udara, terlihat sebagian besar lahan pertanian yang ditanami jagung, mengalami kekeringan.
Baca Juga:
Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis: Wilayah RI Terdampak hingga Agustus 2024
Salah seorang petani, Agus Basuki mengatakan, kondisi cuaca panas ekstrem tanpa hujan ini, sudah berlangsung selama dua pekan terakhir.
"Dampak kondisi cuaca panas yang sangat ekstrem ini, sangat dirasakan cukup besar oleh petani," kata Agus, Kamis (3/8/2023) melansir Beritasatu.com.
Agus menjelaskan, dari total 80 hektare lahan pertanian di Kelurahan Karang Joang, seluruhnya terdampak kekeringan. Padahal, lahan pertanian itu, merupakan kawasan penghasil buah pepaya mini Balikpapan atau Miba, yang menjadi andalan petani.
Baca Juga:
BMKG Imbau Wilayah di Jawa Tengah Waspadai Kekeringan Saat Puncak Musim Kemarau
"Kurang lebih dua minggu, cuaca di wilayah Balikpapan memang cukup panas dan tidak ada hujan. Kondisi ini berdampak besar terhadap pertanian, termasuk yang ada di kebun ini," kata Agus.
Menurut Agus, dengan kondisi lahan pertanian yang terus semakin mengering, membuat para petani terpaksa harus melakukan penyiraman secara manual dengan mengandalkan mesin pompa.
"Kami mengandalkan pasokan air dari kolam air tampungan. Hal itu dilakukan petani, guna menyelamatkan tanaman agar tetap bisa dipanen," imbuhnya.
Namun, tambah Agus, upaya itu juga dinilai masih belum bisa mengantisipasi musim kemarau ini, mengingat lahan pertanian yang mengalami kekeringan di Kota Balikpapan sendiri cukup luas.
"Kalau tidak dilakukan penyiraman, mungkin tanaman ini sudah gagal panen. Sayang, tomatnya sudah mulai berbuah, hanya memang kapasitas air di kolam penampungan terbatas," tandasnya.
Selain terancam gagal panen, kondisi musim kemarau juga mengakibatkan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh para petani semakin membengkak.
"Kami harus mengeluarkan biaya tambahan seperti menambah jumlah pekerja, serta biaya bahan bakar untuk mesin pompa," pungkasnya. [alpredo]