Wahana-Tani, Jakarta - Kekeringan saat ini baru menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) masih tahap awal, lantaran tren suhu global terus meningkat.
Apa usaha Pemerintah buat mengatasinya?
Baca Juga:
Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis: Wilayah RI Terdampak hingga Agustus 2024
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkap kekeringan tahun ini setara dengan yang terjadi pada 2019.
Kedua periode kekeringan ini sama-sama dipicu oleh fenomena iklim yang mengeringkan curah hujan, El Nino dan Indoan Ocean Dipole (IOD), yang terjadi bersamaan. Namun, kekeringan kali ini baru permulaan.
"Ancaman kekeringan kali ini ibaratnya baru bagian pendahuluan," cetus dia, dalam acara Forum Merdeka Barat 9, yang disiarkan secara daring, Selasa (17/10/2023).
Baca Juga:
BMKG Imbau Wilayah di Jawa Tengah Waspadai Kekeringan Saat Puncak Musim Kemarau
Ia mengungkap mengatakan berbagai data lembaga meteorologi menunjukkan tren kenaikan suhu global.
"Suhu ini sudah meningkat naik sampai hari ini sudah mencapai hampir 1,2 derajat Celsius dan peningkatannya semakin curam setelah tahun 1970," ucapnya.
Dwikorita pun mengungkap potensi kekeringan "masih akan berlanjut karena dari perhitungan kami rata-rata 10 tahun itu kenaikan [suhu]-nya 0,3 derajat Celsius."
Pada ajang yang sama, Endra S. Atmawidjaja, Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), mengakui bencana iklim ini mesti ditangani segera.
Bentuknya, musim hujan yang amat deras hingga menyebabkan banjir serta musim kemarau yang amat kering hingga kurang air.
"Kita perlu menambah tampungan-tampungan air yang memang digunakan unhtuk menyuplai air pada musim kemarau sekaligus pada musim hujan bisa menampung kelebihan debit akibat hujan ekstrem," jelasnya.
"Kita perlu menambah banyak bendungan, embung, dan juga memelihara tampungan existing yang sudah disediakan oleh alam, yaitu danau, situ dan sebagainya."
Dalam 10 tahun terakhir, katanya, Pemerintah merencanakan tambahan 61 bendungan. Sampai saat ini, 36 bendungan sudah diselesaikan. Sisanya 25 bendungan diupayakan selesai. Rinciannya, 10 unit di 2023 dan 15 di 2024.
Dengan peningkatan daya tampung air ini, Endra menyebut penanaman tanaman pangan bisa lebih sering frekuensinya.
"Nah ini gunanya sangat penting sekali karena kita bisa meningkatkan ketahanan pangan kita yang biasanya kita hanya menanam dua kali 1 tahun, kita bisa tingkatkan menjadi 3 kali bahkan lebih," imbuh dia.
Jika program ini terealisasi, 300 bendungan total dimiliki di 2024. Angka sebelumnya, yakni per 2014, Indonesia baru punya 230 bendungan. Namun, ia mengaku angka itu masih jauh dari China, misalnya.
"China punya 98 ribu bendungan. Kita bendungan besar 300, [bendungan] sedang dan kecil hanya 3.000 atau 4.000. Jadi tidak sampai 10 persen dari China," keluh Endra.
[Redaktur: Alpredo Gultom]