WahanaNews-Persona | Tingginya harga komoditas dikhawatirkan akan merembet pada kenaikan harga kebutuhan lainnya seperti bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik di tingkat konsumen.
Kendati demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan BBM dan tarif listrik akan tetap terjangkau. Pihaknya mengungkapkan akan terus menavigasi perkembangan harga komoditas dunia yang saat ini masih berfluktuasi.
Baca Juga:
PLN Terima Dana Kompensasi Listrik Rp17,8 Triliun dari Pemerintah
Pasalnya, kenaikan harga minyak dunia, gas, bahkan batu bara tentu akan menciptakan tekanan terhadap biaya tarif listrik dan bahan bakar di Indonesia.
Subsidi atau kompensasi kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) pun disiapkan pemerintah.
"Kita sudah menghitung skenarionya kalau tidak bisa melewati semua tekanan itu ke konsumen. Artinya, (ada) subsidi atau kompensasi yang harus kita bayar untuk Pertamina dan PLN," jelas Sri Mulyani, Rabu (16/3/2022).'
Baca Juga:
PLN Terima Dana Kompensasi Listrik Rp17,8 Triliun dari Pemerintah
Sayangnya, Sri Mulyani tak merinci lebih detail berapa nilai kompensasi yang akan digelontorkan pemerintah untuk Pertamina dan PLN tersebut.
Yang jelas, pemberian kompensasi terhadap Pertamina dan PLN tersebut akan meningkatkan belanja negara. Namun, pemerintah kata dia, saat ini masih memiliki anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2022 sebesar Rp 455,62 triliun.
Anggaran PC PEN untuk 2022 yang sebesar Rp 455,62 triliun tersebut turun 38,82% dari anggaran PEN 2021 yang tercatat sebesar Rp 744,77 triliun.
"Dan sekarang kami akan menggunakan dana pemulihan ini untuk terus mendukung pengeluaran kesehatan. Kita ingin mencapai 70% vaksinasi sekaligus menyediakan vaksin booster agar pandemi atau Covid-19 tidak menimbulkan ketidakpastian dalam proses pemulihan ini," jelas Sri Mulyani.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwanto berpandangan, pemerintah harus segera mengambil sikap untuk merespon kenaikan harga minyak saat ini. Namun, menaikan harga BBM bukanlah keputusan yang bijak.
"Melihat kondisi daya beli masyarakat yang masih seperti ini, yang belum pulih, saya kira pilihan itu agak riskan. Khususnya dua jenis BBM, Pertalite dan Pertamax," jelas Sugeng, Kamis (10/3/2022).
Oleh karena itu, jalan yang bisa ditempuh, menurut Sugeng adalah dengan memberikan kompensasi kepada Pertamina selaku badan usaha penyalur BBM di tanah air.
Secara hitung-hitungan, kata Sugeng, pemerintah bisa memberikan kompensasi kepada Pertamina dengan memperhitungkan selisih antara harga dasar minyak/crude, hingga ongkos produksi pengolahan BBM, sehingga harga jual, khususnya Pertalite dan Pertamax bisa tetap dijangkau oleh masyarakat.
"Selisih harga jual Pertalite tentunya diharapkan dapat diganti oleh pemerintah dengan formula harga yang tidak merugikan Pertamina," ujarnya.
Apabila kompensasi itu tidak diberikan oleh pemerintah, di tengah harga minyak yang masih mahal, Pertamina diperkirakan akan merugi hingga lebih Rp 100 triliun sampai akhir tahun, jika tidak ada langkah tegas dari pemerintah. [as/qnt]