WahanaNews-Persona | Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti turut mengkritisi aturan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang kini menjadi polemik.
Menurutnya, Permenaker 02/2022 yang menggantikan Permenaker 19/2015, tentang Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), merugikan pekerja.
Baca Juga:
Mimpi Indonesia Emas 2045 Terancam: 40 Juta Penduduk Terjebak Gaji Rendah
"Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang mendukung masyarakat, dalam hal ini pekerja. Jangan sebaliknya kebijakan dibuat untuk membuat susah," katanya, Minggu (13/2/2022).
Dalam penilaian LaNyalla, Permenaker 02/2022 seperti membuat pekerja ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.
Karena, aturan tersebut menyebut jika pekerja yang di PHK atau mengundurkan diri baru bisa mengambil dana Jaminan Hari Tuanya saat usia pensiun, atau di usia 56 tahun.
Baca Juga:
Soal Tapera Kemnaker Bakal Gencarkan Sosialisasi ke Pekerja dan Pengusaha
"Bayangkan jika seorang pekerja di PHK pada usia 40 tahun, dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun. Atau harus menunggu 16 tahun. Padahal, uang tersebut harusnya bisa membantu pekerja yang di PHK untuk melakukan hal-hal yang produktif," katanya.
Peraturan baru ini sangat kontras dengan aturan lama yang menyebut bila pekerja di-PHK atau mengundurkan diri hanya ada masa tunggu 1 bulan saja untuk mencairkan JHT.
"Pemerintah harus segera mencabut Permenaker 02/2022. Jangan sampai muncul gejolak di masyarakat. Karena dampaknya bisa meluas. Pemerintah harus peka dengan suara-suara di masyarakat. Khususnya pekerja yang menjadi objek dari peraturan tersebut," katanya.
Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, Permenaker 02/2022 bisa menimbulkan persepsi mengenai penggunaan uang di BPJS Ketenagakerjaan.
"Pada akhirnya, para pekerja akan mempertanyakan dana yang ada di BPJS Ketenagakerjaan. Sebelum masalah ini menjadi bola liar, pemerintah lebih baik segera bersikap, cabut Permenaker 02/2022," katanya. [as/bay]