WahanaNews-Persona | Adian Napitupulu meminta elite partai politik dan pejabat yang menggaungkan wacana penundaan pemilu 2024 menggunakan analisis big data, menjelaskan paparan ilmiahnya kepada publik.
Sebab, menurut Sekretaris Jenderal (Sekjend) Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 itu, penundaan pemilu disebut-sebut atas kehendak rakyat jika menggunakan analisis big data.
Baca Juga:
Adian Sebut PDIP Masih Kaji Peluang Ikut PKS Usung Anies di Pilkada Jakarta
Padahal, Adian melihat ada yang berbeda antara analisis big data dan hasil lembaga survei nasional.
Ia mengatakan, hasil lembaga survei, salah satunya LSI Denny JA menyebutkan 70,7 persen masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sedangkan hanya 20,3 persen yang mendukungnya.
"Kalau menurut Muhaimin (Ketua Umum PKB) dan Luhut Binsar Panjaitan (Menko Maritim dan Investasi), berdasarkan Big Data, maka disimpulkan bahwa 60 persen rakyat setuju perpanjangan masa jabatan presiden, dan 40 persen sisanya menolak. Kenapa hasilnya berbanding terbalik?" kata Adian dalam keterangannya, Sabtu (12/3/2022).
Baca Juga:
Buku Catatan Hasto PDIP Disita KPK, Adian Napitupulu Mengaku Heran
Dia menilai, semestinya semua pihak dapat mengetahui mana data yang bisa dipercaya, antara hasil survei dan analisis big data yang digunakan elite partai politik atau pejabat.
Menurutnya, hasil survei jelas dipaparkan oleh lembaga independen.
Sementara, analisis big data dipaparkan oleh ketua umum partai dan politisi yang dinilai sudah pasti tidak independen dan sarat kepentingan politik.
Lebih lanjut, politisi PDI-P itu berpandangan bahwa penyampaian hasil big data juga tidak dipaparkan secara ilmiah.
Semestinya, kata dia, dijelaskan dalam paparan tentang alat ukur guna menyimpulkan hasil analisis big data bahwa penundaan pemilu atas kehendak rakyat. Mulai dari metodelogi yang digunakan, angka responden hingga margin of error termasuk lembaga yang membuat analisis big data.
"Kenapa paparan tersebut penting? Karena rakyat tidak bisa diklaim semena-mena, seolah semua atas kehendak rakyat," ujarnya.
"Baiklah kita tunggu sama-sama paparan ilmiah dari instansi yang mengelola dan menganalisa big data tersebut. Semoga ada dan objektif," sambung dia.
Sebelumnya, wacana penundaan pemilu yang berujung pada wacana perpanjangan masa jabatan presiden terus bergulir.
Analisis big data pun digunakan elite politik dan pejabat yang mendukung adanya wacana penundaan pemilu. Salah satunya adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.
Keduanya dikabarkan menggunakan analisis big data untuk memaparkan bahwa rakyat menginginkan penundaan pemilu. Menurut Muhaimin, usulan tentang penundaan pemilu 2024 didukung oleh banyak pihak, terutama para warganet di media sosial (medsos).
Klaim tersebut mengacu pada analisis big data perbincangan di medsos. Menurut Cak Imin, dari 100 juta subyek akun di medsos, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persennya menolak.
"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," kata Muhaimin dalam keterangannya, Sabtu. [as/tum]