WahanaNews-Otomotif | Tahun 2023 yang dibayang-bayangi resesi sebentar lagi akan tiba. Banyak pihak meyakini, setelah melewati badai pandemi covid-19, tahun mendatang adalah tantangan baru bagi dunia usaha global maupun nasional.
Sebagai startup teknologi, Fox Logger juga dihadapkan pada tantangan yang tidak kecil mengingat produk teknologi memiliki kandungan impor cukup besar. Namun, dengan tetap mengambil sikap berhati-hati, sebagai perusahaan GPS tracker berbasis IoT terbesar di Indonesia, Fox Logger menatap tahun 2023 dengan penuh keyakinan.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
CEO Fox Logger, Alamsyah Cheung, menyatakan optimismenya itu berpegang pada situasi makro. Mengacu pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, di tengah guncangan ekonomi global, kondisi ekonomi Indonesia relatif kuat 2022 diproyeksikan tetap tumbuh 5%.
"Hal positif lainnya adalah pada tahun ini kinerja industri otomotif meningkat dibandingkan tahun lalu. Ini hal yang baik untuk Fox Logger karena penjualan kami tahun ini sedang mengarah pada peningkatan 80% dibanding penjualan tahun lalu. Ke depannya, diharapkan industri otomotif tetap akan tumbuh,” ujar Alamsyah Cheung, di Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Sekalipun memegang optimisme, mengingat tahun mendatang tetap menjadi tanda tanya, Fox Logger pun tetap berhati-hati. Caranya adalah tetap menjalankan usahanya secara prudent seperti yang selama ini telah dijalankan sejak Fox Logger berdiri pada 2015.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
“Dengan kemungkinan melemahnya daya beli masyarakat, perusahaan harus melakukan efisiensi dan tetap menjaga produktivitas agar tetap dapat menghasilkan kinerja positif,” dia menegaskan.
Fox Logger selama ini memang dikenal sebagai salah satu perusahaan startup yang prudent dalam menjalankan usahanya. Bahkan dibandingkan startup lainnya, Fox Logger menjadi satu dari sedikit perusahaan yang berhasil mempertahankan jumlah karyawannya sementara yang lain banyak yang melakukan kebijakan pemutusan hubungan kerja dalam beberapa bulan terakhir.
“Kami melihat potensi datangnya resesi ini sebagai sebuah sesi untuk melatih dan lebih mendisiplinkan diri dalam hal manajemen risiko. Kami rasa selama parameter utama manajemen risiko selalu diterapkan, perusahaan akan selalu terhindar dari pembengkakan biaya operasional dan tetap mempertahankan efisiensi," tandas Alamsyah Cheung.