WahanaInfrastruktur.com | Perbankan di Indonesia menghadapi ancaman penyerangan siber. Kejahatan yang mungkin terjadi pada perbankan di antaranya spam, trojan, secure, phishing, hacking, hingga virus.
Hal itu diungkapkan Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha.
Baca Juga:
Terkena Serangan Ransomware, Data PDNS Tak Bisa Dipulihkan
"Bank termasuk salah satu infrastruktur kritis yang harus dilindungi," kata Pratama dalam webinar Indonesia Darurat Kejahatan Siber, Selasa (9/11).
Dia mencontohkan sejumlah kasus pencurian data terbesar sepanjang tahun ini yang dialami BPJS Kesehatan hingga e-commerce yang kebobolan data penggunanya. Sehingga ia menilai perbankan dapat menjadi sasaran kejahatan siber berikutnya.
Pratama menambahkan beberapa masalah besar yang dihadapi bank saat ini, mulai dari aplikasi ketiga di smartphone yang memiliki keamanan lemah. Kemudian, jaringan wifi publik yang dapat meretas akses dan data pribadi penggunanya, hingga mobile malware yang terus berkembang.
Baca Juga:
Pusat Data Nasional Diserang Siber, BSSN Sebut Pelaku Minta Rp131 Miliar
Beberapa kasus bobolnya keamanan perbankan pernah terjadi mulai dari pembobolan rekening, tindak pidana pencurian uang, penjualan tabungan dan ATM, hingga data nasabah yang bocor.
Ia menyampaikan bila perbankan mengalami kebocoran data, maka banyak dampak yang harus ditanggung. Di antaranya turunnya reputasi, kehilangan sumber keuangan, kehilangan properti intelektual, hingga kehilangan keyakinan nasabah.
Sejumlah cara dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kejahatan siber, mulai dari pembaruan lisensi sistem operasi, melakukan security audit, menggunakan email kantor, menerapkan kata sandi yang kuat, hingga bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk melakukan audit sistem.
Bahkan, ia menilai sebanyak 50 persen Sumber Daya Manusia (SDM) karyawan membutuhkan pelatihan ulang pada 2025 untuk meningkatkan adopsi terhadap penggunaan teknologi. [dny]