Kalimantan Barat memang sangat membutuhkan pelabuhan baru. Tahun lalu, utilitisasi Pelabuhan Dwikora sudah mencapai 257 ribu TEUs atau 86 persen dari kapasitas pelabuhan. Lahan untuk ekspansi juga sudah tak tersedia. Laju sedimentasi di hulu Sungai Kapuas dan penyempitan alur berdampak pada tingginya biaya operasional pengerukan. Lebar alur menyempit dari 60 meter menjadi 40 meter dalam lima tahun terakhir.
“Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak yang pembangunannya sudah dimulai tahun 2016, hari ini telah selesai. Keberadaan pelabuhan ini akan memperkuat competitiveness daya saing produk-produk unggulan yang dihasilkan oleh provinsi Kalimantan Barat, karena di sini memiliki kekuatan besar seperti crude palm oil, alumina, bauksit,” ucap Presiden Jokowi dalam sambutannya.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Produksi CPO pada 2021 mencapai 5 juta ton, dan diperkirakan sudah di posisi 7 juta ton pada 2030. Kalimantan Barat juga memiliki cadangan bauksit terbesar di Indonesia, yakni 840 juta ton atau 67 persen dari total cadangan bauksit di Indonesia. Selain itu, potensi pengembangan kawasan industri yang terintegrasi dengan Terminal Kijing juga masih terbuka lebar. Sehingga dibutuhkan lahan sekitar 2.000-3.000 hektar yang bisa dimanfaatkan untuk kawasan industri dan program hilirisasi industri.
Jokowi juga menambahkan dalam bahwa untuk mewujudkan tujuan peningkatan daya saing, dari Terminal Kijng ke Pontianak jalannya perlu diperlebar sehingga perjalanan kontainer maupun nonpetikemas bisa lancar.
”Jadi jangan sampai investasi yang besar seperti itu tidak bisa memperkuat daya saing dan tidak bisa memperbaiki konektivitas antarpelabuhan, antarpulau dan antarnegara,” ujar Jokowi. [JP]