WahanaInfrastruktur.com | Aliran listrik di Pulau Papagarang, NTT dan Distrik Windesi, Papua Barat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Kini warga di dua daerah tersebut dapat meningkatkan produktivitas dari pagi hingga malam.
Kepala Desa Papagarang Basyir mengatakan, sebelum listrik masuk, aktivitas masyarakat setempat sangat terbatas. Keterbatasan ini membuat masyarakat cenderung beraktivitas di dalam rumah dengan penerangan seadanya.
Baca Juga:
Tujuh Tahun Terakhir, Rasio Elektrifikasi PLN NTT Naik 34 Persen
“Keadaan desa waktu itu sangat gelap. Semua jalan umum gelap sekali. Hampir semua masyarakat aktivitasnya di rumah saja,” ujar Basyir.
Manfaat energi listrik baru dirasakan oleh masyarakat setempat ketika salah satu pengusaha lokal menyediakan mesin diesel untuk pembangkit listrik pada 2005 lalu.
Meski begitu, berbeda dengan di perkotaan, waktu penggunaan listrik pun tidak bisa 24 jam nonstop. Masyarakat Pulau Papagarang hanya bisa menikmati listrik selama 6 jam saja, mulai dari pukul 6 sore sampai 12 malam dengan biaya iuran perbulan Rp 10 ribu per rumah.
Baca Juga:
Sambut HLN Ke-79, Donasi Insan PLN Terangi 3.725 Keluarga se-Indonesia
Seiring berjalannya waktu, pengusaha lokal yang memiliki mesin diesel ini memutuskan menghentikan bisnisnya.
“Sampai 2016 pertengahan, Zaidin (pengusaha lokal) tidak mengoperasikan mesin dieselnya karena ada beberapa kendala dan mesin sudah mulai rusak,” kata Basyir.
Mengatasi masalah tersebut tentu bukan perkara gampang. Pasalnya, sang pemilik mesti Labuan Bajo untuk memperbaiki mesin dieselnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh warga Distrik Windesi, Papua Barat, Elda. Sudah puluhan tahun daerahnya terisolasi karena aliran listrik belum masuk.
Untuk mendapatkan sumber cahaya, warga distrik harus memanfaatkan kayu bakar dan lampu minyak. Namun, untuk penerangan lampu minyak, warga setempat harus mengeluarkan uang lebih besar untuk membeli bahan bakar.
“Kalau minyak habis, kalau ada uang bisa beli ke Biak. (kalau tidak punya uang) Pakai api dari kayu saja,” jelas Elda.
Listrik tenaga surya masuk kampung, produktivitas meningkat
Sejak listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) masuk ke dua daerah tersebut, masalah pun hilang. Selain mampu memberikan penerangan saat malam hari, aliran listrik yang menggunakan energi terbarukan dari tenaga surya tersebut juga membantu masyarakat setempat meningkatkan produktivitasnya.
Semenjak kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), masyarakat tidak lagi terlalu bergantung pada Labuan Bajo.
Sebagai contoh, untuk suplai air, masyarakat tak lagi harus mengeluarkan ongkos lebih untuk membeli air bersih dari Labuan Bajo. Saat ini, sudah ada pengusaha lokal yang memanfaatkan aliran listrik untuk pengolahan air bersih di Pulau Papagarang.
“Dulu sebelum ada PLTS ini, kita beli air galon dan bersih dari Labuan Bajo dengan harga Rp 5.000 tapi biaya transportasinya ke sini (Pulau Papagarang) sampai Rp 30.000. Begitu juga untuk penyediaan es batu ongkos kirim lebih mahal,” jelas Basyir.
Hal serupa juga dirasakan masyarakat Distrik Windesi Papua Barat. Daerah tersebut juga menggunakan sumber energi terbarukan sebagai pasokan energinya.
Khusus warga Distrik Windesi, PLN menyediakan Tabung Listrik (talis) yang diberikan ke setiap rumah di daerah tersebut.
Teknologi Talis mampu menyimpan energi hingga 500Wh yang dapat menyalakan 3 lampu dan bertahan hingga 5 hari.
Manager PT PLN UP3 Biak Y Soedarmono menjelaskan, talis merupakan solusi jangka pendek yang diberikn oleh PLN.
Pemilihan solusi jangka pendek ini bukan tanpa sebab. Akses antar daerah yang belum terhubung satu sama lain jadi kendala tersendiri. Belum lagi, pembangunan infrastruktur listrik seperti jaringan dan pembangkit memakan waktu lebih lama.
“Kalau kita memikirkan konstruksi yang sangat standar untuk PLN harus bangun jaringan dan pembangkit mungkin agak kesulitan dan butuh waktu. Inilah yang bisa kita lakukan untuk jangka pendek (menggunakan talis),” jelasnya.
Meskipun begitu, ia memastikan pihaknya tetap memiliki rencana untuk menyediakan listrik jangka panjang, selama berbagai infrastruktur pendukung telah terpenuhi.
“Ke depan, kita akan membangun pula jaringan untuk menghubungkan distrik yang ada di Kepulauan Yapen,” jelas Soedarmono.
Walaupun talis merupakan solusi jangka pendek, PLN juga memberikan fasilitas stasiun pengisian energi listrik atau SPEL sebanyak 565 titik yang tersebar di kabupaten Kepulauan Yapen.
Stasiun pengisian energi tersebut menggunakan panel surya sebagai sumber energinya. Nantinya, energi yang terserap dari panel surya dimanfaatkan untuk mengisi talis. [dny]