WahanaInfrastruktur.com | Akses jalan menuju Desa Lae Luhung Kecamatan Siempat Nempu Hilir Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, rusak parah. Kondisi itu sudah bertahun, namun tidak diperbaiki hingga kini.
Pantauan wartawan, badan jalan dipenuhi lubang. Pada bagian menanjak, permukaan dipenuhi bebatuan dan kerikil yang terlepas dari rekatan aspal, rawan kecelakaan.
Baca Juga:
Raja Ardin Ujung Inisiasi Perbaikan Jalan di Namanterrep Dairi
Kondisi terparah, terpantau di akses masuk wilayah Desa Lae Luhung atau sekitar persimpangan jalan Desa Pardomuan dengan Desa Lau Luhung. Permukaan aspal yang tersisa hanya kisaran lebar 1 meter, selebihnya amblas. Panjang longsoran sekitar 50 meter.
Seorang ibu rumah tangga, Rosmawati Pandiangan yang bermukim tak jauh dari titik longsor, dikonfirmasi wartawan Rabu (27/10/2021) menyebut, kondisi tersebut sudah cukup lama.
Diterangkan, jalan itu adalah akses utama menuju Desa Lae Luhung, Lae Haporas hingga ke Desa Sinar Pagi Kecamatan Tanah Pinem. Dikatakan, badan jalan yang amblas telah terjadi sejak tahun 2018. Karena tidak segera ditangani, ukurannya terus bertambah.
Baca Juga:
Diduga Karena Kendaraan Proyek, Jalan Kuta Babo-Tinada Pakpak Bharat Rusak Parah
"Tidak tahu sampai kapan kondisi ini dibiarkan. Sejauh ini, sudah banyak yang datang namun sepertinya hanya foto-foto dan ukur mengukur, sementara hasilnya belum kelihatan,” katanya.
Ibu rumah tangga itu juga mengungkap kehawatirannya karena titik longsor cukup dekat dengan hunian keluarganya.
“Kalau hujan deras, kami sekeluarga terutama saya dan anak-anak harus mengungsi ke rumah orangtua. Takut kalau-kalau titik longsor bertambah dan berdampak pada rumah yang posisinya sangat dekat dengan titik longsor,” kata Rosmawati.
Posisi rumahnya maupun rumah warga lain yang berada di bagian hilir pada wilayah berkontur miring itu dikhawatirkan akan berdampak jika tidak segera dilakukan penanganan. Drainase sangat buruk. Bila hujan mengguyur, saluran berubah mirip luapan sungai.
Agar akses bisa dilalui kenderaan, warga secara rutin melakukan gotong royong, menyusun batu dan memperkeras sebelah beram jalan.
Terpisah, Kepala Dusun VII Lae Maromas Desa Lae Haporas, Hendrikus Pandiangan membenarkan, fasilitas transportasi di kawasan permukiman dan sentra pertanian itu sudah lama rusak.
Kondisi itu mempengaruhi aspek perekonomian warga. Harga jual produksi pertanian turun dibanding harga pasaran. Pasalnya, pedagang pengumpul memperhitungkan resiko kerusakan kenderaan yang dipaksa menjangkau daerah itu.
Demikian halnya dengan petani, dari titik tertentu, harus mengeluarkan ongkos tambahan karena komoditas dilansir ke titik yang bisa dicapai kenderaan roda empat milik pedagang pengumpul, menggunakan along-along, kenderaan roda dua dengan keranjang pikul. [dny]