Krtnews.id | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa konsumsi listrik Indonesia pada periode 2021 mencapai 1.123 kWh per kapita, dimana angka ini mengalami kenaikan tipis dari konsumsi 2020 yang hanya mencapai 1.089 kWh per kapita. Namun demikian, tingkat konsumsi listrik di Indonesia masih cukup tertinggal kalau dibandingkan dengan negara Asean lainnya.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana mengatakan bahwa tren investasi ke depan akan berfokus pada industri komersial yang memperhatikan aspek lingkungan dengan jejak karbon yang rendah. Hal ini tentu akan menjadi pendukung upaya pemerintah dalam mempercepat transisi energi.
Baca Juga:
Lonjakan Partisipasi Pelanggan: Program Electrifying Marine PT PLN Tambah 4.799 Pengguna 2023
"Peluang masih luas sebagai contoh dari sisi konsumsi listrik. Konsumsi listrik kita masih jauh di belakang negara maju. kalau dibandingkan negara di Asean pun Vietnam Malaysia kita masih tertinggal jauh," ujar dia dalam sebuah diskusi secara virtual, Kamis (2/6/2022).
Lebih lanjut, Dadan menyebut bahwa potensi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia masih cukup besar dan pemanfaatannya masih belum optimal.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, potensi EBT RI tercatat mencapai 3.668 gigawatt (GW), sementara pemanfaatannya baru sebesar 11.585 megawatt (MW).
Baca Juga:
Peningkatan Peserta Program Electrifying Marine: PLN Laporkan Tambahan 4.799 Pelanggan Pada 2023
Adapun hingga akhir 2021, bauran energi baru terbarukan (EBT) secara nasional baru mencapai 12,2% dari target yang telah ditetapkan pemerintah yakni sebesar 23% di tahun 2025. "Telah termanfaatkan 0,3% dari total potensi sehingga peluang pengembangan EBT sangat terbuka, terlebih didukung isu lingkungan, perubahan Iklim dan peningkatan konsumsi listrik per kapita," katanya.
Seperti diketahui, sebelumnya Ditjen EBTKE menilai bahwa pemanfaatan yang masih minim ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mengejar netral karbon atau net zero emission (NZE) yang ditargetkan pada tahun 2060.
"Kita tahu untuk memanfaatkan EBT ini perlu upaya yang lebih karena infrastruktur dan kebijakannya itu juga harus sejalan dan kalau kita lihat perkembangan sampai saat ini dari sisi bauran energi hasilnya masih cukup menantang dari progress per 2021 data sementara capaiannya 11,7%," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal EBTKE, Sahid Junaidi, Selasa (15/2/2022).
Sahid menyampaikan, transisi energi menjadi komitmen dan bentuk kesadaran global untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan global. Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 sesuai National Determined Contributions (NDC).
Pemerintah saat ini juga tengah menggenjot pengembangan ekosistem mobil listrik, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Asia Tenggara, pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis clean energy termasuk pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia, di Kalimantan Utara.
Oleh karena itu, strategi pengembangan EBT yang pentahelix tadi menjadi penting agar berjalan dengan baik, sehingga target RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) dan RUED (Rencana Umum Energi Daerah) bisa terwujud dan tentunya memerlukan kewenangan yang lebih besar dan perlu kesiapan dari daerah. [jat]