Tambangnews.id | Mafia tambang di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menjadi momok bagi para investor di Indonesia.
Pasalnya, baru-baru ini muncul beberapa investor tambang batubara di Sumatera Selatan (Sumsel) yang mengeluhkan aksi pengambilalihan secara paksa oleh oknum mafia tambang di wilayah tersebut.
Baca Juga:
Kemelut Investree: OJK Terima 561 Aduan Konsumen Pasca Pencabutan Izin
Menyikapi hal tersebut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kasus mafia tambang ini memang secara tradisi sudah terjadi sekian lama di Indonesia, khususnya di Sumsel.
"Praktik-praktiknya memang banyak mengindikasikan atau seringkali diwarnai dengan pengaruh dari shadow government, kemudian ada praktik-praktik ilegal yang sering kali merugikan bagi masyarakat sekitar dan juga bagi lingkungan," kata dia di Jakarta, Rabu (4/5).
Parahnya, kata dia, praktik tersebut seringkali tak hanya melibatkan oknum penegak hukum atau aparat hukum, tapi sampai juga kepada oknum daripada pemerintah, oknum penguasa yang tentu saja bekerja sama dengan pihak yang ingin menguasai tambang tersebut secara ilegal.
Baca Juga:
Investor Siap Masuk, Anindya Bakrie: Target Investasi Rp 1.900 Triliun di Depan Mata
"Seperti yang saya sebutkan, shadow government sebetulnya adalah di luar pemerintahan tapi memiliki pengaruh dari sisi kemampuan modal capital mereka, yaitu pihakp yang ingin menguasai tambang-tambang terutama yang di daerah-daerah," katanya.
Untuk itu, Faisal pun setuju jika KPK dan Polri harus turun sampai ke praktik mafia tambang.
"Saya rasa setuju kalau kemudian KPK dan Polri memang mesti harus turun sampai ke bawah, sampai ke praktik-praktik sektor pertambangan ini, karena itu masih marak sampai sekarang," lanjutnya.
Faisal pun meyakini, terkait dengan dugaan para mafia tambang yang support atau mendukung dalam kampanye Pilpres. "Seringkali begitu (mafia tambang support dana Pilpres)," kata dia.
Sehingga menurutnya, praktik-praktik tersebut yang seharusnya sudah secara konsisten harus diberantas di Indonesia. "KPK memang harus turun sampai arah ke sana (praktik mafia tambang)," ujarnya.
Faisal mengatakan bahwa yang harus dilakukan adalah pengawasan dan juga investigasi yang lebih luas dan lebih ketat. Menurutnya, KPK harus turun lebih intensif lagi sampai ke daerah, bukan hanya di pusat.
"Karena ini sudah marak di banyak daerah dan tipikal terjadi juga di industri atau bisnis tambang dan itu seharusnya menjadi fokus utama juga bagi KPK," kata dia.
Jadi, kata Peneliti CORE itu, perlu ada SDM (sumber saya manusia) lebih besar yang perlu dikerahkan untuk menelusuri praktik itu.
"Termasuk untuk melihat dari sisi government daripada bisnis tambang yang ada di daerah-daerah. Termasuk juga lebih teliti, scrutinize (meneliti) sumber-sumber pendanaan untuk kampanye atau pilkada, nah itu di daerah-daerah. Jadi saya rasa memang membutuhkan kerja keras dan tambahan resources bagi KPK untuk melakukan itu," ujarnya.
Sementara Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat Hari Purwanto menilai maraknya mafia tambang yang bermunculan karena kurangnya audit pengawasan lapangan, illegal minning serta lemahnya tata kelola dan perizinan sektor pertambangan.
"Tentunya peran pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk meminimalisir maraknya mafia tambang. Maraknya mafia tambang ini adalah perlawanan terhadap aturan baku dalam mencari keuntungan," kata Hari kepada wartawan.
Menurut Hari, mafia tambang tidak mungkin bisa bergerak bila tidak mendapat beking oknum aparat, birokrasi bahkan politisi.
Sehingga sangat perlu kerjasama aparat penegak hukum yaitu Mabes Polri, KPK dan Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas dan memberantas kasus mafia tambang.
Apalagi, kata dia, pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
"Tentunya PP No 15 Tahun 2022 dapat menjadi acuan aparatur hukum untuk membantu meningkatkan pendapatan negara dari sektor tambang, di mana Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut realisasi penerimaan pajak di sektor pertambangan pada kuartal I/2022 tumbuh 195,4% dari periode yang sama tahun lalu," katanya.
Menurutnya maraknya mafia tambang muncul maraknya oknum aparat, birokrat dan politisi yang masih mau bermain dan minta upeti dari mafia tambang, bahkan digunakan untuk dana kampanye pemilu.
"Kalau slogan mereka (aparat, birokrat dan politisi) dengan kalimat seperti ini, 'JANGAN ADA DUSTA DI HADAPAN MERAH PUTIH DAN PANCASILA.' Tentunya mafia tambang tidak marak terjadi seperti di beberapa wilayah," ujarnya. [jat]