Tambangnews.id | Perpanjangan masa berlaku Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara menjadi salah satu topik krusial dalam kegiatan usaha pertambangan.
Habisnya masa berlaku IUP berakibat pada tidak berlakunya izin dan tidak adanya dasar pembenar untuk melakukan kegiatan penambangan.
Baca Juga:
Arsjad Rasjid dan Anindya Bersatu, Kadin Siap Gelar Munas Usai Pelantikan Presiden
Poin yang sama pentingnya dengan hal di atas adalah terkait peningkatan IUP. Peningkatan IUP Eksplorasi ke tahap IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi merupakan bagian dari keberlanjutan dalam kegiatan usaha pertambangan.
Tidak terbitnya IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi, maka tidak ada pula dasar bagi badan usaha bidang pertambangan untuk memperoleh keuntungan dari investasi pada usaha pertambangan yang sudah dilakukan selama ini.
Sebagaimana diketahui bahwa sejak terbitnya UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, diatur bahwa usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat.
Baca Juga:
Kata Djarot PDIP Soal Jokowi Reshuffle Diakhir Jabatan
Hal tersebut berarti pula bahwa setiap permohonan penerbitan perizinan berusaha, tidak terbatas pada perpanjangan dan peningkatan IUP, harus dimohonkan kepada pemerintah pusat.
Pertanyaannya, apabila permohonan sebagaimana dimaksud ditolak oleh pemerintah, apa langkah hukum yang dapat ditempuh oleh pemohon untuk mempertahankan hak hukumnya?
Penerbitan izin berdasarkan aturan baru Menteri ESDM
Untuk diketahui bahwa pada 21 Januari 2022, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan produk hukum terkait mekanisme perizinan usaha di bidang pertambangan, yakni Keputusan Menteri ESDM No. 15.K/HK.02/MEM.B/2022 tentang Tata Cara Pemrosesan Penerbitan dan Pendaftaran Izin Usaha Pertambangan (“Kepmen ESDM No. 15 Tahun 2022”).
Beleid tersebut diterbitkan demi memberikan kepastian hukum dalam proses pengurusan administrasi perizinan di bidang pertambangan.
Khususnya, pelaksanaan pemrosesan perizinan dan pendaftaran IUP berdasarkan putusan pengadilan atau lembaga terkait yang berwenang.
Sehubungan dengan adanya penolakan terhadap permohonan perpanjangan dan/atau peningkatan IUP, pada Diktum Kesatu Kepmen ESDM No. 15 Tahun 2022 telah diatur secara tegas mekanisme pemrosesannya.
Apabila terdapat putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah berkekuatan tetap, maka badan usaha yang IUP mineral logam dan batubaranya dicabut, permohonan peningkatan tahapannya ditolak, atau permohononan perpanjangannya ditolak, dapat mengajukan permohonan pemrosesan penerbitannya ke Menteri ESDM melalui Dirjen Minerba.
Namun, untuk diketahui bahwa pada ketentuan tersebut ditegaskan, amar putusan PTUN harus memuat bahwa PTUN menyatakan sah atau tidak sahnya keputusan tata usaha negara; dan/atau memerintahkan untuk membatalkan/mencabut atau menerbitkan perizinan.
Selain amar putusan sebagaimana termaksud di atas, diatur pula bahwa pihak pemohon harus memenuhi persyaratan administratif serta persyaratan dan kriteria kewilayahan.
Ditambah pula, bahwa terhadap permohononan dapat dilakukan pendaftaran IUP mineral logam atau batubara setelah memenuhi persyaratan teknis, lingkungan, dan finansial.
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa bagi pemohon yang telah ditolak permohonannya dan telah menempuh upaya penyelesaian sengketa serta telah memperoleh putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap, maka dapat menempuh mekanisme permohonan izin berdasarkan putusan tersebut.
Lantas, bagaimana apabila badan usaha belum menempuh proses penyelesaian sengketa dan belum memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap?
Upaya Administratif
Menurut hukum, apabila terdapat suatu tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang merugikan, dalam hal ini menolak permohonan perpanjangan atau peningkatan IUP, maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya administratif.
Menurut UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terdapat 2 (dua) tahapan upaya hukum yang dapat ditempuh, yakni Keberatan Administratif dan Banding Administratif.
Secara umum, Keberatan Administratif dapat diajukan secara tertulis oleh pihak yang dirugikan dalam waktu paling lama 21 hari kerja sejak diumumkannya keputusan tersebut. Hal tersebut merujuk Pasal 77 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014.
Apabila pihak yang mengajukan upaya Keberatan Administratif tidak puas dengan hasil penyelesaian, maka dapat mengajukan upaya Banding Administratif.
Banding Administratif diajukan dalam waktu paling lama 10 hari kerja sejak keputusan upaya Keberatan Administratif diterima.
Upaya banding diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat pemerintahan yang menetapkan SK pencabutan IUP. Hal tersebut merujuk ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 2014.
Upaya administratif merupakan mekanisme hukum untuk meminta pembatalan, pencabutan, atau koreksi terhadap suatu keputusan dan/atau tindakan administratif pemerintah. Dalam hal ini adalah penolakan terhadap permohonan perpanjangan dan/atau peningkatan IUP.
Lantas, apabila upaya administratif telah ditempuh dan hasilnya tidak sesuai yang diharapkan, apa langkah yang dapat ditempuh oleh pihak yang dirugikan?
Gugatan PTUN
Apabila tahapan penyelesaian secara administratif sebagaimana tersebut tidak menghasilkan keputusan yang sesuai dengan harapan pihak yang dirugikan, maka tahapan selanjutnya adalah mengajukan gugatan ke PTUN.
Mekanisme tersebut ditegaskan pada Peraturan Mahkamah Agung No. 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif.
Pada beleid tersebut diatur bahwa pengadilan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif.
Penggugat dapat mengajukan alasan gugatannya bahwa penolakan permohonan oleh pemerintah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Beberapa asas hukum yang dapat digunakan penggugat meliputi asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.
Untuk diingat bahwa dalam mengajukan gugatannya, penggugat agar memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Kepmen ESDM No. 15 Tahun 2022.
Pada peraturan tersebut ditegaskan bahwa amar putusan PTUN harus memuat bahwa PTUN menyatakan sah atau tidak sahnya keputusan tata usaha negara; dan/atau memerintahkan untuk membatalkan/mencabut atau menerbitkan perizinan.
Praktik Peradilan Tata Usaha Negara
Dalam praktik peradilan, gugatan terhadap tindakan penolakan permohonan izin dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda No. 04/G/2013/PTUN-SMD tanggal 23 Juli 2013.
Pada perkara tersebut PT Sumber Tambang Makmur mengajukan gugatan terhadap Bupati Penajam Paser Utara atas tindakan administratif yang tidak menerbitkan atau memproses permohonan perpanjangan IUP Eksplorasi.
Tindakan diam tergugat pada saat gugatan tersebut diperiksa dikualifikasikan sebagai bentuk tindakan Fiktif Negatif dan merupakan salah satu bentuk tindakan administrasi pemerintahan.
Pada amar putusannya pengadilan menyatakan batal keputusan penolakan Bupati Penajam Paser Utara (Tergugat) yang tidak menerbitkan atau memproses lebih lanjut surat permohonan perpanjangan IUP.
Selain itu, pengadilan juga memerintahkan kepada bupati untuk memproses atau menerbitkan permohonan perpanjangan IUP Eksplorasi yang telah diajukan kepadanya untuk jangka waktu 2 tahun dari 20 Desember 2012 sampai 20 Desember 2014. [jat]