Tambangnews.id | Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkap adanya modus penyelewengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Alih-alih untuk menjalankan operasional bisnis tambang, dokumen tersebut justru dimanfaatkan untuk transaksi di pasar modal. Parahnya lagi, uang yang didapat dari transaksi tersebut tak digunakan untuk membangun usaha pertambangan sesuai izin.
Baca Juga:
Investasi di Kabupaten Lebak, Banten Melebihi Target Tahun 2023
Memang ada beberapa modus yang digunakan untuk memanfaatkan izin usaha itu demi kepentingan pribadi. Pertama, ada yang menggadaikan dokumen tersebut di bank.
Ada juga yang justru menjual IUP ke pihak lain.
"Ketiga, izin-izin ini mereka pakai untuk main di saham tapi tak dipakai uangnya untuk membangun. Keempat izin-izin banyak yang mangkrak tapi nggak jelas yang punya siapa," kata Bahlil dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2022 yang digelar Bappenas, Kamis (21/4/2022).
Baca Juga:
Bahlil Pastikan Tidak Ada Konflik Kepentingan Saat Ormas Agama Kelola Tambang
Berangkat dari situasi tersebut, pemerintah akhirnya mencabut ribuan IUP.
"Dari 2.078 IUP, sekarang sudah kami cabut mencapai 1.033 izin, kami targetkan selesai semua, ini langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah," imbuh Bahlil.
Bahlil berkata, jajarannya juga sudah mencabut izin pemanfaatan lahan seluas 300 ribu hektar yang mengantongi dokumen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Izin yang dicabut itu berasal dari 15 perusahaan berbeda.
Jumlah lahan yang dicabut izinnya itu belum seberapa. Berdasarkan mandat Satgas, pemerintah diminta mencabut izin HTI, HPH, dan IPPKH seluas 3,2 juta hektar.
"Kami melakukan ini dalam rangka percepatan investasi. Banyak orang bawa duit mau datang tapi konsensi sudah habis dikavling yang itu-itu saja. Ini kami lakukan dalam rangka distribusi ke tingkat bawah, prioritas untuk organisasi kemasyarakatan seperti NU, Muhammadiyah, Gereja, BUMD, BUMDes, UMKM," katanya.
"Izin tambang, kebun, HPH, ini hampir semua dimiliki orang Jakarta. Sudah saatnya negara hadir dalam rangka memberikan keadilan dalam hal penguasaan aset negara," kata Bahlil menambahkan. [jat]