Tambangnews.id | Serapan bijih bauksit Indonesia masih cukup rendah dibandingkan dengan penjualan ekspor.
Dari produksi sekitar 25 juta ton bijih bauksit pada 2020, hanya 1 juta diperuntukan bagi industri dalam negeri.
Baca Juga:
Bebas Tuduhan BMAD dan CVD ke AS, Ekspor Aluminium Ekstrusi Indonesia Berpeluang Kembali Melonjak
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Djoko Widajatno mengatakan bahwa produksi bijih bauksit dengan kadar 42 persen pada 2020 mencapai 25 juta ton.
“Produksi alumina 1,1 juta ton menghasilkan chemical grade alumina [CGA] 51.000 ton. Kemudian disuplai dalam negeri 27.000 ton smelter grade alumina (SGA),” katanya, Minggu (13/2/2022).
Padahal, dia memperkirakan kebutuhan bijih bauksit akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Baca Juga:
Tingkatkan Kualitas dan Keterserapan Garam Rakyat, Kemenperin Kembali Fasilitasi MoU Petambak Garam-Industri
Terlebih dengan kehadiran kendaraan listrik. Djoko meyakini akan mampu meningkatkan permintaan bauksit di pasar domestik.
Kajian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat setiap kendaraan listrik setidaknya mengandung 0,25 ton aluminium.
Komoditas berasal dari bauksit yang dimurnikan, hingga memperoleh alumina. Kemudian dilebur kembali sehingga menjadi aluminium.
Selain itu, dalam proses pemurnian, setidaknya diperlukan 2 - 3 ton bauksit untuk menghasilkan satu ton alumina.
Adapun pada 2019, produksi bijih bauksit di Indonesia sekitar 19 juta ton.
Sekitar 16,1 juta ton diekspor sedangkan bauksit untuk dalam negeri mencapai 2,9 juta ton.
Kemudian 2,9 juta ton bauksit diolah hingga memproduksi 1,1 juta ton alumina.
Hasil ini diekspor ke pasar global sebanyak 1,08 juta ton serta untuk kebutuhan dalam negeri hanya 46.000 ton.
Indonesia kemudian harus mengimpor kembali alumina sekitar 458.000 ton untuk memproduksi 250.000 ton aluminium.
Di lain pihak, kebutuhan aluminium dalam negeri tembus 1 juta ton. Artinya industri harus kembali mengimpor aluminium sekitar 748.000 ton.
Djoko menilai sejatinya industri bisa melakukan peningkatan serapan, tetapi belum percaya diri.
Alhasil seluruh program pemerintah berjalan setengah hati.
“Jadi kita setengah hati, di satu sisi perindustrian belum berhasil menarik investasi, secara keseluruhan hasil penghiliran entah batu bara atau mineral menunggu offtaker yang menunggu hasilnya.” ujarnya. [jat]